FAKTAJABAR.CO.ID – Terdakwa Ujang Hasan, dalam kasus SPPD dan bimtek fiktif DPRD Purwakarta mulai berani mengungkapkan kejadian yang sebenarnya terjadi dalam kasus yang menjerat namanya tersebut. Padahal selama beberapakali persidangan, terdakwa selalu diam.
Namun berbeda pada sidang Rabu kemarin (16/01), dengan secara terbuka terdakwa Ujang Hasan mulai bernyanyi membuka ‘dosa’ para saksi yang hadir. Tentu saja pernyataan terdakwa Ujang Hasan ini merupakan pukulan telak yang tak terbantahkan oleh para saksi, walaupun secara pembuktian kurang mendukung.
Terdakwa Ujang Hasan berharap, para saksi mau mengakui kalau pernah menerima sejumlah uang dari dirinya saat melaksanakan Kunjungan Kerja (Kunker) dan Bimtek keluar kota dengan sebutan ‘Cash Back’. “Secara keseluruhan keterangan para saksi (Anggota DPRD Purwakarta) benar, tapi kami harap para saksi juga mengakui pernah menerima uang tunai tanpa adanya kwitansi pembayaran atau ‘Cash Back’,” ujar terdakwa Ujang Hasan melakukan pembelaan diri.
Pernyataan tersebut spontan mencengangkan, karena bari pada sidang kali ini atau tepatnya saat sidang menghadirkan anggota DPRD sebagai saksi Ujang Hasan mulai membuka misteri yang selama ini tertutup rapih. Pernyataan terdakwa Ujang Hasan saat membela diri, bertolak belakang dengan pernyataan saksi Ahmad Sanusi (Amor) selaku ketua komisi IV 2016 di DPRD yang merasa dirinya di zholimi oleh para terdakwa dan kesekretariatan dprd.
“Jelas kami di zholimi, sejak menjabat sebagai anggota dprd 2014 silam. Kami selalu di sodori kwitansi kosong untuk ditandangan,” ujar Amor didalam persidangan saat memberikan kesaksian dihadapan majelis hakim, JPU, pengacara terdakwa dan terdakwa.
Kasus ini bermula pada 2016, DPRD Purwakarta menganggarkan Rp 10 miliar untuk program kerja DPRD Purwakarta. Yakni penelahaan pengkajian pembahasan raperda, peningkatan kapasitas pimpinan dan anggota DPRD, koordinasi dan konsultasi pelaksanaan tugas pemerintahan dan kemasyarakat serta rapat badan anggaran.
Total pagu anggaran program itu mencapai 10,69 miliar dengan SP2D Rp 9,39 miliar dan SPJ pengesahan mencapai Rp 9,39 miliar. Akibat perbuatan melawan hukum kedua terdakwa, negara dirugikan Rp 2,4 miliar. Kedua terdakwa dijerat Pasal 2 dan 3 Undang-undang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi juncto Pasal 55 KUH Pidana. (red)