Gejolak Pilkades di Karawang, Begini Seruan Pemerhati Pemerintahan untuk Bupati Cellica

KARAWANG – Perhelatan Pilkades serentak 67 Desa di Kabupaten Karawang secara keseluruhan telah sukses dilaksanakan. Namun beberapa desa mengalami gejolak akibat ketidakpuasan atas hasil penghitungan suara.

Menurut pemerhati politik dan pemerintahan, Deden Nurdiansyah, SH kejadian ini bukan yang aneh dan lumrah terjadi dalam setiap kontestasi politik tingkat desa.

Deden menjelaskan pasca terbitnya UU No 6 Tahun 2014 dan peraturan dibawahnya hingga peraturan daerah Karawang No 13 tahun 2014 yang mengatur tentang desa secara spesifik telah mengatur persoalan sengketa Pilkades menjadi dua bagian. Yaitu sengketa Pilkades berkaitan dengan tahapan memberikan kewenangannya kepada Panitia Pilkades.

“Sedangkan sengketa yang berkaitan dengan hasil Pilkades maka UU memberikan kewenangan kepada Bupati untuk menyelesaikannya dalam jangka waktu 30 hari sejak panitia Pilkades melaporkan hasilnya kepada Bupati sebagaimana ketentuan psl 37 ayat (6) UU no 6 th 2014 dan pasal 41 ayat (7) Peraturan Pemerintah No 47 tahun 2015,” jelas Deden kepada Fakta Jabar (26/110).

Lanjutnya kedua norma ini sangat rentan digunakan penguasa untuk memutus perkara sengketa Pilkades untuk kepentingan politiknya. Oleh karena itu Deden berharap Bupati Karawang bisa on the track dan menghindari godaan politik Pilkades.

“Saat ditanya langkah apa yang harus dilakukan Bupati Karawang dalam menyikapi kisruh Pilkades,” ujarnya.

Deden mengatakan sebaiknya Bupati karawang Cellica Nurachadiana dalam menggunakan kewenangan yang diberikan UU lebih aman mengikuti apa yang telah diputuskan panitia lokal tingkat desa terkait hasil pemilihan Kepala Desa.

Deden mengatakan langkah ini cukup taktis dan tidak berimplikasi besar, karena masih ada kekosongan hukum mulai dari UU hingga peraturan turunannya terkait mekanisme penyelesaian sengketa Pilkades oleh Bupati.

“Dan yang tak kalah penting lagi adalah selama dalam kurun waktu 30 hari persoalan ini tidak bisa di bawa ke badan peradilan karena belum menjadi kompetensinya kecuali dugaan tindak pidana. Jadi subyektifitas bupati dalam menyelesaikan sengketa Pilkades mempertaruhkan banyak hal termasuk soal politik menuju 2020,” kata Deden lagi.

Apabila bupati tergoda untuk terlibat politik praktis, maka Deden meyakini setelah terbit SK Bupati tentang penetapan kepala desa terpilih akan banyak yang membawa ke badan peradilan (TUN).

“Bahkan jika ada pihak yang menggoreng, maka persoalan hukum ini akan melebar kemana mana dan akan mengganggu elektabikitas politiknya bupati,” tandas Deden.(cim)

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

*

x

Check Also

Bank bjb Tawarkan Peluang Investasi Melalui Surat Berharga Perpetual dengan Kupon yang Tinggi

JAKARTA – Dalam dunia investasi, terdapat berbagai peluang menarik untuk ...