FAKTAJABAR.CO.ID – Gong pembukaan Bimbingan Teknis (Bimtek) ekowisata hutan (Pemandu Interpretasi) akhirnya ditabuh. Acara ini digelar Kementerian pariwisata (Kemenpar) dalam rangka memajukan pariwisata Indonesia.
Menteri Pariwisata Arief Yahya pun mengajak semua pihak untuk cepat dan tepat dalam melaksanakan semua percepatan di pariwisata. Menurutnya, dalam membangun pariwisata segalanya harus bekerja cepat dan tidak lambat, termasuk dalam pelestarian ekowisata hutan.
“Hanya visi, misi dan aksi yang bisa mengubah dunia. Visi tanpa Aksi itu fantasi, Aksi tanpa Visi itu sensasi, alias kepentingan sesaat saja. Hal ini harus dilakukan juga di ekowisata hutan,” kata Arief dalam keterangan tertulis, Rabu (29/8/2018).
Lebih lanjut Arief menjelaskan, ecotourism adalah benchmark yang paling bagus untuk Sustainable Tourism Development (STD). Pengembangan ekowisata tidak sama dengan mass tourism yang mengejar jumlah wisatawan mancanegara (wisman). Di ecotourism lebih mencari kualitas wisman dengan value yang lebih besar.
“Kemenpar mengembangkan kedua konsep itu. Keduanya saling melengkapi, saling mendukung. Kita harus punya destinasi dengan mass tourism, kita juga terus mengembangkan atraksi untuk high end tourism,” jelasnya.
“Angkanya sekitar USD 2 miliar, target (ekowisata) pada 2019,” lanjutnya.
Sementara itu, Asisten Deputi Pengembangan Wisata Alam dan Buatan, Alexander Reyaan membuka acara Bimtek di Hotel Santika, Banyuwangi, pada Selasa (28/8/2018) ini menjelaskan bahwa Bimtek ekowisata hutan harus bermanfaat, sehingga dapat menjadi bagian kemajuan pariwisata di Indonesia dan menyejahterakan masyarakat.
“Seperti yang selalu diungkapkan Menteri Pariwisata Arief Yahya, bahwa pariwisata itu semakin dilestarikan makan akan semakin mensejahterakan. Begitu juga terhadap Ekowisata Hutan kita. Hutan semakin lestari, maka masyarakat sudah dipastikan akan semakin sejahtera,” ungkapnya.
Dirinya memastikan para pembicara dalam acara ini sangat kompeten dan sangat bermanfaat untuk ekowisata hutan. Di hari pertama, ada nama Wiwien Wiyonoputri yang menjabarkan dasar-dasar interprestasi. Lalu, dilanjutkan Ary Suhandi yang menjelaskan pentingnya pemahaman pariwisata berkelanjutan, yang kemudian ditutup oleh Rifki Sungkar.
Pada sore harinya, para peserta diajak untuk praktik Modul yang terdiri dari identifikasi atribut penting, tema, dan sasaran program interprestasi.
Menariknya, saat acara pembukaan, Banyuwangi sebagai tuan rumah langsung unjuk gigi. Seperti diketahui, daerah yang dekat dengan Pulau Bali itu menjadi contoh dari berbagai daerah atas prestasinya di bidang pariwisata.
“Kita berusaha merubah branding yang tadinya tidak tahu bagaimana itu Banyuwangi, dan sekarang alhamdulillah menjadi salah satu daerah yang sukses mendorong pariwisatanya di tanah air,” ujar Kepala Bidang Promosi Dinas Pariwisata Banyuwangi, Dwi Marhen Yono.
Marhen menjelaskan, kemajuan pariwisata membuat angka kemiskinan menurun drastis. Dirinya mengambil contoh pertumbuhan sebelum 2010 dengan pertumbuhan di 2015. Ketika Banyuwangi sudah mengumandangkan Pariwisata sebagai unggulan, angka kemiskinan di Banyuwangi menurun dari 20,09 persen menjadi 8,57 persen.
Lebih lanjut menurutnya, aksesbilitas 2010 menempuh waktu perjalanan 8 jam dari Surabaya ke Banyuwangi. Sedangkan sekarang hanya dengan 45 menit sudah sampai ke Banyuwangi dengan mendarat di Bandara Banyuwangi.
“Dan pertumbuhan-pertumbuhan yang lain. Jadi yakinlah bahwa pariwisata bisa mengangkat dan mensejahterakan masyarakat. Dan kami punya 4 kunci meningkatkan kinerja pariwisata dengan 3A dan 2 K yakni akses, amenitas, atraksi, dan K-nya adalah komitmen CEO dan kreatif yang terus memberikan inovasi agar pariwisata berkelanjutan. Begitu juga untuk ekowisata hutan yang bisa terus dikembangkan,” ujarnya.(net)