Cara Pembuatan Lontong Tradisional

KARAWANG– Domah Azila masih mempertahankan cara pembuatan lontong dengan cara tradisional untuk menciptakan cita rasa yang berbeda

Domah Azila (42), Pemilik Lontong Btj memulai usaha sejak tahun 2012 bersama dengan suami. Ketika itu dirinya melakukan survey pasar terlebih dahulu. Kemudian mengambil keputusan untuk menjual produk dengan menggunakan sistem pengiriman secara langsung.

“Tahun 2012 analisa pasar, waktu itu di Pasar Johar hanya ada satu produsen dan di Tuparev ada dua. Sistem penjualan aku itu jemput bola dan pengiriman ke pedagang makanan sama cathering. Susah karena belum tentu ada yang mau dan masuk produk, kalau sudah ada yang masuk satu akan memberikan penilaian dan bisa memperluas penjualan,” ujarnya Sabtu (23/11).

Tidak hanya itu, Domah pun meminta bantuan dari keluarga yang mempunyai usaha di pasar untuk menjualkan lontong yang dibuatnya. Ketika awal berjualan ia memberikan harga sebesar 800 rupiah, lalu seiring meningkatnya harga beras maka harga lontong kini menjadi 2500.

“Keluarga saya banyak yang jualan di pasar jadi di titipkan di tempat saudara. Harga pertama itu 800 rupiah dengan harga beras 8000, kalau sekarang satu lontongnya 2000 untuk ke reseller dan pedagang tapi untuk konsumen langsung harganya 2500,” tambahnya.

Ia menjelaskan setiap pemesanan 10 lontong maka konsumen tidak dikenakan biaya antar. Ia menceritakan kembali saat awal merintis usaha, pembuatan hanya dikerjakan bersama dengan sang suami. Setelah satu tahun berjalan, dirinya mulai berhasil untuk mempekerjakan karyawan.

“Pengirimannya juga tidak dikenakan biaya apapun, tapi pengirimannya di pagi dan sore hari. Minimal pemesanan untuk konsumen langsung itu 10 lontong. Lontong kalau belum habis 500 ke atas tidak akan bisa ambil karyawan, dulu awal-awal berdua dengan suami untuk membuat dan mengantarkan lontong. Di tahun 2013 Alhamdulillah sudah mempunyai karyawan,” jelasnya.

Produksi dalam satu hari dapat mencapai 1000 lontong dan dikirimkan ke berbagi tempat. Dirinya menerangkan pula bahan pembuatannya menggunakan campuran beras pulen dan pera untuk menghasilkan tekstur yang di inginkan. Kemudian untuk cara penyimpanan agar tekstur lontong tidak berubah dilakukan dengan meletakkan di suhu ruang selama 12 jam dengan posisi berdiri, setelah itu di masukkan ke dalam kulkas.

“Satu hari bisa membuat 1000 lontong, kalau sebelum covid bisa membuat lebih dari 1500. Ukurannya lebih besar dan teksturnya pulen tapi tidak keras, aku juga tidak pakai pengawet karena saat merebus waktunya lama. Saat ada yang memesan selalu diberikan tulisan untuk cara penyimpanannya. Disimpan di suhu ruang dalam posisi berdiri selama 12 jam kemudian di masukkan ke dalam kulkas,” lanjutnya.

Selain dari tekstur dan ukuran, lontong ini memiliki ciri khas ketika proses merebus masih menggunakan kayu bakar. Selain itu Domah pun masih mempertahankan penggunaan daun pisang batu untuk pembungkusan. Ia menambahkan meski pada tahun 2017 mengalami kesulitan untuk mendapatkan daun namun dirinya tidak mengubah ciri khas yang telah ada.

“Menggunakan kayu bakar itu memunculkan ciri khas dari rasa dan kalau pakai gas lebih boros. Kayu itu bahannya mudah ditemukan. Di tahun 2017 pernah ada kemarau panjang tapi tetap menggunakan daun pisang batu tidak menggunakan plastik. Kalau untuk daun ada yang supplay setiap hari. Selama ini pemasarannya masih berada di wilayah Karawang. Satu hari menggunakan 50 kilogram beras, daun 20 gepok yang berisi 10 pelepah daun pisang batu, kayu ada yang supplay juga satu Minggu sekali,” tutupnya.(red/fj)

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

*

x

Check Also

Koorpres  Tegaskan ; KAHMI Netral di Pilkada

Karawang – Pilkada Karawang akan berlangsung hitungan jari. Namun, politisasi ...