Faktajabar.co.id – Petisi pembebasan Mardani H Maming semakin ramai ditandatangani, seiring dengan munculnya berbagai tanggapan pakar soal penetapan hukum yang dinilai banyak mengandung kekeliruan.
Terbaru, hingga Jumat, 1 November 2024 siang, terpantau lebih dari 10.000 orang telah menandatangani petisi “Bebaskan Mardani Maming: Wujudkan Penegakkan Hukum yang Adil! tersebut, dengan target terdekat 15.000 tandatangan.
Petisi yang dimulai oleh Gerakan Anak Muda Indonesia itu, menuntut keadilan bagi Mardani H Maming, yang diduga menjadi korban unfair trial dan miscarriage of justice.
Atas alasan ini, banyak orang mempertanyakan penegakkan hukum terhadap Maming dan beramai-ramai menginginkan Maming segera dibebaskan, dengan salah satu upaya yakni menandatangani petisi tersebut.
Diketahui, berdasarkan narasi di laman petisi tersebut, Maming divonis bersalah atas dugaan korupsi terkait izin usaha pertambangan (IUP OP) di Tanah Bumbu, meskipun izin tersebut telah memenuhi seluruh persyaratan administrasi dan telah memegang sertifikat clear and clean (CNC) selama 11 tahun, keputusan tersebut tidak pernah dibatalkan secara hukum pengadilan administrasi negara (PTUN)—fakta yang diabaikan oleh pengadilan.
Tuduhan gratifikasi juga sulit dibuktikan, terutama karena putusan Pengadilan Niaga yang telah berkekuatan hukum tetap (inkracht) dalam mekanisme sidang terbuka seharusnya menepis kemungkinan adanya “kesepakatan diam-diam.”
Terlebih, pihak yang diduga sebagai pemberi suap tidak pernah diperiksa karena telah meninggal dunia, serta fakta-fakta penting lainnya justru “terlewatkan”.
Sejumlah pihak menyebut, vonis terhadap Maming dianilai sebagai keputusan yang dipaksakan, tanpa dasar bukti yang layak dan jauh dari prinsip keadilan.
Kesimpulan ini didukung oleh para guru besar hukum terkemuka seperti Prof. Dr. Romli Atmasasmita dari UNPAD, Prof. Dr. Yos Johan Utama dari UNDIP, dan Prof. Dr. Topo Santoso, dari UI. Selain itu, Akademisi Anti-Korupsi dari UNPAD, UII, UGM, UI dan UNDIP turut mendukung seruan keadilan ini.
Tokoh HAM dan pendiri ICW, Todung Mulya Lubis, bersama Aktivis Anti-Korupsi seperti Bambang Harymurti, juga menyuarakan keprihatinan atas ketidakadilan ini.
Mereka, bersama para pakar hukum lainnya, berencana mengajukan surat amicus curiae (sahabat pengadilan) ke Mahkamah Agung untuk mendesak peninjauan yang adil terhadap kasus ini.(*)