KARAWANG – Perkumpulan Petani Indikasi Geografis (PPIG) Kopi Robusta Jafa Sanggabuana mendapatkan sertifikat mutu yang diserahkan saat kegiatan Gebyar UMKM pada Kamis (12/9) di Gedung Balai Indung
Perkumpulan Petani Indikasi Geografis (PPIG) Kopi Robusta Jafa Sanggabuana mendapatkan sertifikat mutu yang diserahkan saat kegiatan Gebyar UMKM pada Kamis (12/9) di Gedung Balai Indung. Jai Sarifudin, Sekretaris PPIG mengatakan mempunyai lahan seluas 380 hektare mampu menghasilkan 360 ton per tahun. Kemudian jumlah anggota ada 140 orang.
“Kami perkumpulan petani kopi yang ada di sekitar Gunung Sanggabuana. Luas kebun kami 380 hektare, kemudian anggotanya 140 orang. Kemarin terakhir itu sampai 360 ton per tahun,” ujarnya.
Perkumpulan itu berhasil memperoleh sertifikat jaminan mutu untuk kopi yang dihasilkan. Sertifikat ini diberikan oleh Kementrian Hukum Indonesia. Meskipun begitu, hingga sekarang cara pengolahan masih menggunakan alat yang semi modern.
“Ini adalah sertifikat geografis untuk bukti jaminan mutu kopi karena sudah diakui oleh Kementrian Hukum Republik Indonesia. Kami menggunakan alat semi modern,” jelasnya.
Ia mengaku masih merasa sulit untuk memenuhi pesanan akibat cuaca panas dan perawatan yang tidak maksimal. Selain itu mereka pun tidak mempunyai ketersediaan biji kopi untuk digiling.
“Kandungan tanah di kami ada mikroba tertentu yang hanya hidup di sana yang menjadi pembeda. Secara kuantitas masih terbatas, permintaan banyak sementara belum bisa menyanggupi. Kemarin hampir gagal panen karena cuaca yang panas dan tanaman menjadi kering, perawatan juga belum maksimal. Saat panen itu langsung habis hasilnya, kita belum bisa ada stock kopi dan sekarang sudah mulai habis,” jelasnya.
Jai mengharapkan adanya bantuan mesin yang dapat meningkatkan produksi. Pertama mesin Haller dan kedua mesin untuk menyortir warna biji kopi
“Fasilitas seperti mesin Haller juga kurang, sortasi warna untuk membedakan kualitas biji kopi agar dapat terpisah sendiri,” paparnya.
Sementara itu Kepala Bidang Perkebunan dan Perlindungan Tanaman Dinas Pertanian dan Ketahanan Pangan, Dadan Danny mengungkapkan untuk hasil budidaya kopi tersebut mengalami peningkatan sebanyak 5.620 hektare dengan produksi 4.215 ton dalam satu tahun untuk greenbean. Adanya peningkatan dapat menyerap tenaga kerja.
“Tentunya harus ada kolaborasi antara petani, pengelola dan pembudidaya kopi. Dalam jangka panjang budidaya kopi Sanggabuana meningkat 8 kali lipat sekitar 5.620 hektar dengan potensi produksi 4.215 ton per tahun untuk greenbean. Sentra dengan nilai ekonomi kurang lebih 168,6 milliar per tahun dan diperkirakan akan mampu menyerap tenaga kerja 105.375 orang,” ungkapnya.
Kemudian di PPIG sekarang pun telah ada 9 unit alat yang digunakan untuk pengolahan kopi. Selain itu memiliki 3 karyawan bertugas sebagai penangkar benih. Jumlah pelaku usaha kedai kopi di sana ada 15 orang.
“Kita menanam di kaki Gunung Sanggabuana, secara geografis awalnya 736 hektare dengan jumlah produksi 354 ton yang dikelola oleh Perkumpulan Petani Indikasi Geografis Kopi Robusta Jafa Sanggabuana dengan 14 kelompok tani dan 372 petani, 9 unit pengolah hasil, 3 orang penangkar benih, serta 15 pelaku usaha kedai kopi,” tambahnya.
Di Karawang hingga sekarang tidak ada lahan khusus yang digunakan sebagai perkebunan kopi. Petani kopi masih memanfaatkan tanah Perhutani untuk melakukan budidaya. Diperlukan pula pembinaan secara khusus yang bermanfaat untuk meningkatkan jumlah produksi.
“Pertama kita belum punya lahan secara khusus untuk perkebunan kopi, hanya ada spot-spot di daerah Kaki Gunung Sanggabuana yang ada di wilayah Tegalwaru, Pangkalan dan Ciampel. Kita tidak punya lahan perkebunan, masih menggunakan tanah Perhutani jadi kita sisipkan di sana. Kendala lainnya belum ada pembinaan secara khusus untuk meningkatkan produksi. Saat panen itu di usahakan yang matang penuh,” pungkasnya.(rls/fj)