KARAWANG – Fasilitas penunjang yang terdapat di Candi Blandongan hingga sekarang masih perlu diperbaiki. Fasilitas penunjang yang terdapat di Candi Blandongan hingga sekarang masih perlu diperbaiki. Mahmud Syarifudin, Juru Pelihara Candi Blandongan menyampaikan fasilitas yang perlu di tambahkan seperti tong sampah. Sepanjang jalan menuju lokasi candi tidak terlihat adanya tempat pembuangan sampah. Kemudian di dalam candi pun hanya ada sebanyak 4 unit tempat sampah. Selain itu untuk mesin pemotong rumput di lokasi pun telah banyak yang rusak. Saat ini hanya terdapat 1 unit mesin pemotong rumput yang masih dapat digunakan.
“Salah satunya tong sampah, disini baru ada 4 tong sampah. Disini kita selalu dituntut untuk menjaga kebersihan tetapi tong sampahnya masih sedikit. Kalau banyak tong sampah pengunjung tidak membuang sampah secara sembarangan. Lalu mesin potong rumput, mesin yang bisa dipakai hanya satu. Dana operasional memotong rumput juga selama ini masih dari pengunjung,” ujarnya.
Selain fasilitas peralatan, adapula perbaikan untuk fasilitas bangunan. Bangunan penyimpanan barang dan tempat untuk istirahat pengunjung telah dalam kondisi rapuh. Kemudian untuk bangunan kamar mandi pun diperlukan adanya perbaikan. Ia menyebutkan untuk fasilitas kamar mandi dibangun oleh umat Budha.
“Ada juga bangunan penyimpanan barang yang sudah tidak layak. Kamar mandi disini sudah ada tapi belum layak, itu juga bantuan dari umat Budha saat pembuatannya. Lampu penerangan disini juga masih kurang, semoga ke depan bisa dibuatkan shelter. Papan informasi juga hanya satu dan ukurannya kecil. Kita meminta agar pemerintah lebih memperhatikan lagi fasilitas yang ada di sini,” jelasnya.
Pengunjung yang datang ke lokasi hingga sekarang ada sebanyak 3000 orang, berasal dari wisatawan lokal dan mancanegara. Ia menerangkan penemuan candi tersebut berawal dari mahasiswa Universitas Indonesia yang melakukan penelitian di Kecamatan Cibuaya, kemudian mendengar adanya informasi tentang gundukan tanah di Batujaya. Candi itu ditemukan pada tahun 1984.
“Dalam satu bulan ada 3000 pengunjung, ramainya saat hari libur dan tanggal merah. Disini juga sering ada kegiatan ibadah umat Budha, seperti esok hari ada perayaan Asadha. Candi ini awal ditemukan di tahun 1984 dari Universitas Indonesia, saat itu mereka sedang meneliti di daerah Cibuaya lalu mendapatkan informasi dari masyarakat setempat kalau di Batujaya ada gundukan pasir seperti di Cibuaya. Disini ada 62 lapis dari bawah sampai atas,” terangnya.
Selanjutnya untuk pemberian nama berasal dari keadaan tempat dan kondisi yang ada di masyarakat. Ia melanjutkan nama Blandongan diambil dari adanya Blandongan di atas bukit dan digunakan sebagai tempat istirahat petani.
“Penelitian itu sampai sekarang belum menemukan nama untuk candi ini, tapi penamaan berdasarkan keadaan tempat dan kondisi masyarakat setempat. Blandongan ini dulunya ada gubuk kecil di atas yang dinamakan Blandongan. Untuk perawatan ada yang dari pemerintah dan ada juga yang dari pengunjung. Pengunjung bisa memberikan seikhlasnya mereka,” lanjutnya.
Di kawan Candi Blandongan terdapat 2 kolam yang digunakan sebagai tempat pembuangan air dari candi. Ia menambahkan telah membuat saluran penampung air yang mengalirkan air pembuangan menuju sumur, kemudian air dari sumur akan dialirkan menuju kolam.
“Kalau kolam di sini ada 2 untuk pembuangan air dari candi. Kita membuat pipa untuk resapan per satu meter ukurannya 4 inch lalu di pinggirnya ada saluran penampung yang mengalirkan air ke sumur. Lalu dari sumur kita buang ke kolam atau embungan. Disini ada 4 Candi Purwara atau candi penunjang dari candi inti, sekarang hanya tinggal bebatuan fondasi candi. Sekarang masih dalam pembicaraan dari peneliti ingin di tutup atau di buka,” pungkasnya.(red/fj)