Karawang – Setelah seluruh fakultas di Universitas Singaperbangsa Karawang melakukan survei dan penyaringan aspirasi, pada Sabtu 8 Juli 2023 telah dilaksanakan konsolidasi akbar di Lapangan Unsika. Konsolidasi itu dengan mengajak seluruh mahasiswa Unsika membahas berbagai permasalahan di kampus favorit di Kota Pangkal Perjuangan.
Izfahany Mahesa Sautaqi, salah satu mahasiswi Unsika mengatakan, permasalahan yang turut diangkat adalah terkait UKT, fasilitas, sarana dan prasarana di Universitas Singaperbangsa Karawang.
Berkenaan dengan UKT, khususnya bagi calon mahasiswa baru, setelah penetapan UKT dan penutupan pembayaran UKT yang sekaligus menjadi persyaratan pendaftaran ulang di Fakultas Hukum, 7 calon mahasiswa baru dari jalur SNBP dan SNBT telah mengkonfirmasi mengundurkan diri. Karena ketidaksanggupan membayarkan biaya UKT, serta beberapa diantaranya merasa golongan UKT yang diberikan tidak sesuai dengan kondisi sebagaimana yang telah mereka informasikan dalam bentuk data saat pembaruan data sebelum penentuan UKT.
“Hal ini tentu sangat menjadi hal yang disayangkan, terutama dengan fakta bahwa pemberian golongan UKT tidak sesuai dengan kondisi calon mahasiswa baru,” katanya.
Sehingga untuk itu, lanjut dia, mahasiswa menuntut adanya transparansi penyaringan UKT bagi calon mahasiswa baru. Dengan harapan setelah adanya transparansi ini, dapat benar-benar dipastikan kesesuaian dan ketepatan sasaran pemberian golongan UKT dengan masing-masing kondisi calon mahasiswa baru.
“Setelah mahasiswa menunaikan kewajibannya dengan menyelesaikan pembayaran UKT, maka ada pula hak yang harus didapatkan mahasiswa secara sebanding, yakni penyediaan fasilitas, sarana dan prasarana yang sesuai, hingga mendapatkan perlindungan secara moral,” kata dia.
Namun hingga saat ini, Unsika memiliki banyak gedung terbengkalai, yang ketika ditanya alasan dibalik tidak dipergunakannya gedung-gedung tersebut sebagaimana mestinya. Jawaban yang diberikan beragam mulai dari tanah sengketa, hingga gedung yang miring sehingga dapat membahayakan mahasiswa apabila dipaksakan untuk digunakan. Pertanyaannya, setelah adanya masalah, sudah diketahui penyebab permasalahnya.
Namun mengapa hingga kini tidak kunjung dibuat dan dijalankan solusi pemecahan permasalahannya? Sehingga justru bangunan-bangunan tersebut hanya sekedar ‘menumpang’ berdiri di lingkungan UNSIKA hingga saat ini.
“Begitupun dengan pembangunan bangunan disamping parkiran di depan gedung Fakultas Hukum, atau kini dinamakan gedung 0102, yang setelah diresmikan, masih belum ada kejelasan fungsi dan peruntukannya,” katanya.
Selain daripada itu, sebetulnya masih banyak permasalahan lain, seperti fasilitas pendukung kegiatan belajar mengajar seperti AC, proyektor dan papan tulis yang kurang memadai, masih kurangnya tenaga pendidik berlatar S3 dan guru besar, sistem ecampus dan sistem pembayaran UKT yang seringkali bermasalah, hingga Satgas PPKS (Pencegahan dan Penanganan Kekerasan Seksual) yang masih belum optimal dalam memberikan tindak lanjut dan perlindungan terhadap mahasiswa/i yang menjadi korban.
Hal tersebut menjadikan hak dan kewajiban yang diberikan universitas kepada mahasiswa menjadi tidak sebanding. Terutama ketika semua itu menjadi faktor penghambat proses belajar dan berkembang mahasiswa dalam lingkup Universitas.
Karena sebagian besar permasalahan ini adalah permasalahan yang secara turun temurun tidak kunjung diselesaikan, maka sudah seharusnya mahasiswa Unsika menyatukan pandangan dan harapan untuk disuarakan agar dapat didengar dan mendapat tindak lanjut yang sesuai, demi UNSIKA yang lebih baik lagi kedepan.
“Tidak ada tujuan lain, selain seutuhnya demi mendapat hak dan jaminan kesejahteraan mahasiswa,” pungkas Izva.(red/fj)