Eksplorasi yang dilakukan oleh para Ranger dari Sanggabuana Conservation Foundation (SCF) di Pegunungan Sanggabuana, Jawa Barat belum berhenti. Pendataan yang dilakukan untuk melengkapi kajian atas usulan perubahan status kawasan Pegunungan Sanggabuana menjadi kawasan konservasi ini selalu menemukan temuan-temuan baru. Kali ini macan tutul jawa (Panthera pardus melas) kembali terekam kamera trap SCF di wilayah Purwakarta.
Terbaru, macan tutul jawa Sanggabuana terekam oleh kamera trap yang dipasang SCF di hutan Pegunungan Sanggabuana di wilayah Purwakarta. Dalam foto yang diterima, macan tutul jawa ini terekam pada tanggal 11 Juni 2023 pada pukul 12.53 WIB. Belum diketahui jenis kelamin macan tutul jawa yang terekam kamera trap ini. Tapi menurut Solihin Fu’adi, Direktur Eksekutif SCF, macan tutul jawa ini masih muda dan mempunyai tinggi sekitar 40 cm.
Lokasi terekamnya macan tutul jawa ini tidak jauh dari sebuah air terjun atau curug yang dikelola sebagai obyek wisata alam oleh masyarakat. Dan hanya berjarak 1,1 km dari perkampungan terakhir. “Lokasi pemasangan kamera trap berada di hutan Sanggabuana yang dikelola oleh Perum Perhutani KPH Purwakarta dan masuk dalam KRPH Sukasari. Pada periode kali ini kami hanya memasang 4 kamera trap di lapangan. Tepat berada di atas sebuah air terjun dan sedang mengarah ke bawah, hanya berjarak 700 m dari curug.” Tambah Solihin.
Solihin bersama para Ranger memasang kamera trap ini sejak Maret 2023 dan baru diambil pada tanggal 13 Juni 2023. Pada saat pemasangan kamera juga didampingi oleh LMDH Sukasari dan teman-teman Kompas (Komunitas Pecinta Alam Sukasari) pimpinan Mokhamad Aripin.
Bernard T. Wahyu Wiryanta, Fotografer dan Peneliti satwa liar yang juga Dewan Pembina SCF lewat sambungan telpon mengatakan bahwa macan tutul jawa yang terekam kali ini berbeda dengan individu yang terekam kamera trap sebelumnya di wilayah Karawang.
“Setelah kami analisa, dari pola totol, jenis kelamin, ciri-ciri morfologis, dan dimensi dasar tubuhnya, ternyata ada perbedaan dengan beberapa macan tutul jawa lain yang terekam kamera trap sebelumnya. Individu yang terekam ini kemungkinan besar berjenis kelamin betina, berusia muda. Dari beberapa rekaman video dan foto yang kami analisa, juga mulai terpetakan sebaran masing-masing daerah teritorial tiap individu. Luasan Home range-nya juga tergantung kondisi topografi.” Jelas Bernard yang sudah meneliti dan mendata keanekaragaman hayati Pegunungan Sanggabuana sejak tahun 2020.
Dari foto-foto lain yang dikirim ke redaksi, ada satu foto hasil penggabungan dua foto, dari foto pemburu dan foto macan tutul untuk mengestimasi ukuran macan tutul yang terekam kamera trap. Menurut Bernard, dari penggabungan dua foto tersebut diperkirakan ukuran macan tutul tersebut mempunyai tinggi sekitar 50 cm.
Lebih jauh Bernard belum bisa memberi angka pasti jumlah populasi macan tutul jawa di Sanggabuana, baik macan tutul dengan pola totol maupun macan tutul melanistik atau kumbang. “Dari hasil analisa kami perkiraan populasi di Sanggabuana ada di kisaran 10-15 individu. Ini termasuk dua individu baru yang belajar berburu dengan memangsa domba warga pada tahun 2022. Jumlah pastinya mungkin nanti menunggu perhitungan secara ilmiah, rencananya akan dibantu oleh teman-teman dari Sintas dan Formata.” Tambah Bernard.
Selain macan tutul jawa, kamera trap yang dipasang juga berhasil merekam satwa lain seperti kancil (Tragulus kanchil), trenggiling (Manis javanica), ayam hutan (Gallus gallus), musang (Viverricula malaccensis), dan burung paok pancawarna (Pitta guajana). Menurut Bernard, hampir semua satwa yang terekam oleh kamera trap ini merupakan jenis satwa dilindungi sesuai dengan Peraturan Menteri LHK No. 106/2018. Selain satwa liar isi hutan, di beberapa frame terrekam juga dua orang pemburu menenteng senapan melewati kamera trap.
Mokhamad Aripin, warga Sukasari yang juga pimpinan Kompas menyambut baik dengan terekamnya macan tutul jawa dan satwa lain di Sukasari ini. Aripin mengakui, sebagian besar warga tentu kawatir dengan kemunculan macan tutul dekat perkampungan ini. “Tapi untuk kami yang bergiat di lingkungan justru bangga dan haru, dengan temuan ini membuka mata kami ternyata keanekaragaman hayati hutan Sanggabuana di wilayah kami cukup lengkap,” Terang Aripin.
Menurut Aripin, setelah temuan kemunculan macan tutul jawa di wilayah hutan Sukasari ini dia dan teman-teman Kompas serta LMDH dan Pokdarwis segera mengedukasi masyarakat. Terutama mengedukasi para pemburu untuk tidak berburu satwa liar di Sanggabuana. Temuan-temuan satwa langka dilindungi di hutan Sanggabuana wilayah Sukasari ini potensial, masyarakat bisa ikut mengelola hutan dengan basis konservasi.
“Data yang dipaparkan teman-teman Ranger saja sudah terdata 163 jenis burung, dan berlimpah diatas kampung kami, ini bisa dikelola menjadi wisata minat khusus. Misalnya untuk birdwatching, yang bisa menggerakkan perekonomian masyarakat, dari jasa guide, porter, kuliner, penginapan, dan sektor lain,” Lanjut Aripin yang kesehariannya mengajar di sebuah sekolah di Sukasari.(rls)