Karawang – Angka kemiskinan di Karawang pada tahun 2022 mengalami penurunan sedangkan untuk kedalaman dan keparahan kemiskinan meningkat.
Pada Tahun 2022 angka kemiskinan di Kabupaten Karawang berhasil mengalami penurunan dibandingkan dari tahun 2021. Berdasarkan data pada tahun 2021 angka kemiskinan sebesar 8,95. Data ini turun menjadi 8,44 pada tahun 2022. Jumlah penduduk miskin sebanyak 210,78 ribu jiwa di tahun 2021 dan menjadi 199,91 ribu jiwa pada tahun 2022.
“Jadi dari hasil penghitungan angka kemiskinan makro untuk Karawang ada penurunan angka kemiskinan. Di tahun 2021 angka kemiskinan itu 8,95 dan turun jadi 8,44,” ujar Robert Pardosi, Kepala BPS Karawang pada Selasa (14/2/2023).
Ia melanjutkan indikator kemiskinan makro terdapat 3 jenis, pertama P0, P1 (Kedalaman Kemiskinan), P2 (Keparahan Kemiskinan). Perhitungan kedalaman kemiskinan ditentukan dari jarak kejauhan dan kedalaman pengeluaran penduduk miskin. Kedalaman kemiskinan mengalami peningkatan menjadi 1,58 pada tahun 2022 dan di tahun 2021 sebesar 1,27.
“Kedalaman kemiskinan mengalami peningkatan, makin dalam pengeluarannya makin jauh dari garis kemiskinan maka makin dalam kemiskinannya. Kalau kedalamannya itu 2021 itu 1,27 dan 1,58 di tahun 2022 ada peningkatan sedikit,” tambahnya.
Indikator keparahan kemiskinan pun mengalami peningkatan di tahun 2022 menjadi 0,41. Tahun 2021 hanya sebesar 0,29. Survey data kemiskinan makro pada tahun 2023 akan dilakukan pada Maret dan September. Data ini akan diperoleh dari Survey Sosial Ekonomi Nasional.
“Keparahan itu 2021 0,29 dan tahun 2022 0,41 ada peningkatan juga namun sedikit jadi agak turun sedikit mereka dari garis kemiskinan,” imbuhnya.
Pihak BPS memiliki sebanyak 105 orang petugas. Saat ini pihak BPS sedang melaksanakan pelatihan bagi petugas. Survey akan dimulai dari updating rumahtangga. Kemudian akan dilanjutkan pada tahap pencacahan sampel rumahtangga. Ia mengaku pada tahun 2022 sebesar 100 persen sampel berhasil terdata. Pendataan dilakukan selama 1½ hingga 3 jam.
“Untuk petugasnya itu 105 petugas terdiri dari pencacah, pengawas. Kalau kendala pertama itu responden merasa malas di data terus menerus, di wilayah elite penduduknya tidak memiliki waktu akhirnya menolak, responden hanya memberikan waktu sebentar,” pungkasnya.(cim)