Oleh :
Ida Widaningsih, S.Pd.
Guru Matematika SMA Negeri 1 Telagasari
MENGGAMBARKAN adalah suatu kemampuan dasar yang dimiliki setiap orang, disadari
atau tidak kemampuan menggambar ini sudah kita lakukan dari sejak kecil seperti membuat coretan-coretan garis, menulis angka, menulis huruf, ataupun membuat bentuk-bentuk dasar yang ada di sekitar kita, seperti membuat gambar dengan objek
ayah, ibu, adik, kakak, pohon, rumah, bebek, awan, dan sebagainya. Tidak sedikit orang tua yang memfasilitasi kegiatan belajar anaknya, seperti menyiapkan papan tulis di rumah, menyiapkan alat tulis (pensil warna, crayon, cat air, pensil warna, kuas, kanvas, buku gambar dll). Namun, seiring perkembangan waktu, ketika mereka dewasa kegiatan menggambar dianggap sebagai kemampuan yang berkaitan dengan minat dan bakat.
Sebagian besar orang berpendapat bahwa orang menggambar dengan hasil yang bagus hanya dipengaruhi oleh bakat menggambar, bukan dipengaruhi oleh kebiasaan menggambar.
Menurut M.S Gumelar (Elemen dan Prinsip Menggambar. Origami#6 2015) sepertinya kita semua sudah dapat melakukannya (menggambar) sejak kecil. Namun tentu saja tidak semua dari kita memiliki tingkatan kemampuan menggambar yang sama.
Beberapa orang menyebutnya bakat, bila kemampuan menggambar seseorang jauh lebih baik dari yang lain. Namun sebenarnya yang terjadi adalah orang tersebut lebih
sering berlatih daripada orang yang lainnya. Dengan demikian kemampuan menggambar adalah bukan semata-mata karena bakat seseorang akan tetapi hal ini bisa dipelajari dan dilatih secara konsisten. Sementara itu, menurut dr. Fadhli Rizal Makarim dalam artikelnya yang diterbitkan 4 Maret 2002, bakat anak bisa muncul berkat beberapa kemungkinan.
Bisa dari genetik, kebetulan, atau kombinasi keduanya. Bakat anak yang didapatkan secara genetik tetap perlu diasah sedemikian rupa, karena mereka bisa saja bersaing dengan anak yang tidak memiliki bakat secara genetik, tetapi berkeinginan kuat berlatih dengan sungguh-sungguh. Oleh karena itu, jelaslah bahwa menggambar tidak hanya dipengaruhi oleh bakat, tetapi juga bisa diasah melalui kegiatan berlatih menggambar secara intensif.
Kemapuan siswa dalam mempelajari materi pelajaran berbeda-beda, terutama pada pelajaran seni budaya yang berkaitan dengan praktik. Tidak sedikit siswa yang tidak berperan aktif dan semangat dalam mengikuti pembelajaran seni budaya, khususnya materi berkarya seni rupa dua dimensi dengan memodifikasi objek. Hal tersebut disebabkan oleh anggapan bahwa berkarya seni seperti menggambar adalah sebuah bakat yang hanya dimiliki oleh orang tertentu. Padahal kemampuan menggambar bisa dipelajari oleh setiap orang dengan cara berlatih secara intensif dan sungguh-sungguh.
Pada saat mempelajari mata pelajaran seni budaya (seni rupa) banyak siswa yang kurang aktif, malu bertanya dan tidak ada keberanian untuk menjawab. Apalagi jika siswa dihadapkan pada membuat karya seni rupa dua dimensi dengan memodifikasi objek dengan berbagai teknik seperti teknik stilasi, distorsi dan deformasi, meskipun dengan bentuk dasar objek yang sederhana. Hal ini dialami oleh penulis terutama di salah satu kelas yang diampu. Setelah dikaji lebih jauh, mereka tidak bisa membuat gambar dengan memodifikasi objek dengan teknik stilasi, distorsi maupun deformasi meskipun dengan objek dasar yang sederhana seperti bentuk-bentuk flora (daun, bunga, pohon, dll). Terkadang siswa berpendapat masalah menggambar adalah masalah minat dan bakat, apabila mereka tidak bisa membuat gambar mereka mengganggap tidak berbakat dibidang seni terutama dalam menggambar.
Untuk mengatasi masalah ini, penulis mencoba untuk memotivasi siswa dan menanamkan pemahaman bahwa menggambar itu tidak hanya dipengaruhi oleh bakat, tetapi juga dipengaruhi oleh kemauan dan kesungguhan untuk berlatih menggambar. Proses kegiatan belajar mengajar dilaksanakan tidak hanya di dalam kelas, tetapi juga dilaksanakan di luar kelas sehingga siswa merasa nyaman dan suasana belajar tampak menyenangkan.
Selain itu, penulis membebaskan siswa untuk memilih teknik yang dikuasai untuk membuat karya seni rupa dua dimensi dengan memodifikasi objek. Dengan
strategi yang telah dilaksanakan tersebut, siswa lebih antusias dalam membuat karya seni rupa dua dimensi dengan memodifikasi objek karena siswa bebas memilih teknik
yang dikuasai, sehingga nilai karya seni rupa dua dimensi dengan memodifikasi objek pun meningkat.(*)