Faktajabar.co.id – Perburuan satwa liar di Pegunungan Sanggabuana kembali terjadi. Setelah terakhir pada 2020 ditemukan foto bangkai macan tutul jawa (Panthera pardus melas) yang ditembak pemburu, kali ini sekelompok pemburu menembak dan memakan landak di Gunung Sulah, Pegunungan Sanggabuana, Karawang, Jawa Barat.
Pemburu landak di Sanggabuana ini ditemukan oleh Muhamad Agung Hazami, Mahasiswa Universitas Singaperbangsa jurusan Pedidikan Jasmani Kesehatan Rekreasi yang tergabung dalam Mapalaska. Agung yang juga tergabung dalam Baraya Sanggabuana (komunitas pecinta alam, sayap organisasi Sanggabuana Conservaton Foundation/SCF), menemukan para pemburu landak ini pada 13 Agustus 2022 ketika mengambil dokumentasi pengibaran bendera merah putih di Gunung Sulah.
Menurut mahasiswa semester 5 ini, para pemburu landak ini berjumlah 5 orang dan membawa senjata api rakitan. Para pemburu ini sedang mengolah landak yang sudah dikuliti untuk dimasak pada malam hari di sebuah pondok dekat Gunung Sulah. “Sudah kita kasih tau kalau landak adalah binatang dilindungi, tapi mereka tidak mau tau dan bilang sudah biasa berburu disitu. Karena mereka membawa senjata api rakitan, dan beberapa memakai kaos camo dengan logo Perbakin, jadi kita minggir. Ngeri juga.” Terang Agung.
Menurut Agung, dari 5 orang pemburu yang dijumpainya, terdapat 3 pucuk senjata rakitan.
Solihin Fu’adi, Direktur Executive Sanggabuana Conservation Foundation (SCF) mengatakan bahwa memang masih ada perburuan liar di Pegunungan Sanggabuana. Para pemburu ini ada yang menggunakan senapan angin, ada juga yang menggunakan senjata api rakitan model “dor lok”. Masyarakat di sekitaran Sanggabuana masih banyak yang meyimpan senapan angin dan senjata api rakitan.
“Dalihnya untuk menakut-nakuti binatang buas dan monyet yang mengganggu kebun. Tapi faktanya banyak juga yang berburu babi hutan dan satwa lain. Kalau menembak babi hutan yang dianggap hama di ladang dan sawah kita tidak bisa tegur. Tapi jika menembak satwa didalam hutan, sudah merupakan tinda pidana.” Terang Solihin.
Solihin juga menambahkan bahwa, praktik menyimpan senapan angin dan senjata api rakitan ini jelas-jelas melanggar undang-undang. “Ini kan bisa kena pasal, kena pidana sesuai dengan UU Darurat No 12 Tahun 1951, dan sanksi pidananya berat. Senapan angin pun sesuai Peraturan Kapolri juga tidak boleh digunakan untuk berburu satwa, dan masuk dalam golongan senjata api. Jadi bisa kena pidana juga sesuai UU Darurat.” Tambah Solihin.
Atas temuan ini Solihin akan segera kembali melakukan sosialisasi tentang larangan berburu di kawasan hutan Pegunungan Sanggabuana. Jika satwa-satwa terus diburu, terutama yang masuk dalam daftar pakan alami macan tutul, dikawatirkan ketika pakan alami macan tutul akan berkurang dan menimbulkan konflik macan tutul dengan warga. Pada dua tahun belakangan, beberapa kejadian macan tutul keluar hutan dan menyerang ternak warga di desa Sinapel, kawasan yang dekat dengan Gunung Sulah.
“Kita akan tindaklanjuti temuan ini, dan sudah kita laporkan ke Polhut dari BBKSDA SKW IV, dan untuk peredaran senjata api rakitan akan kita laporkan ke Polsek, supaya ditertibkan.” Tutuo pengusaha kopi karawang ini.
Landak jawa (Hystrix javanica) merupakan satwa dilindungi sesuai dengan Peraturan Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan Nomor P.106/MENLHK/SETJEN/KUM.1/12/2018 tentang Perubahan Kedua atas Peraturan Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan Nomor P/10 MENLHK/SETJEN/KUM.1/6/2018 Tentang Jenis Tumbuhan dan Satwa Yang Dilindungi.
Dalam IUCN (The International Union for Conservation of Nature )Red List satwa berduri ini masuk dalam kategori Least Concern (LC) atau resiko rendah. Sedangkan dalam CITES (Convention on International Trade in Endangered Species of Wild Fauna and Flora) masuk dalam Appendix III.
Dalam Pasal 40 ayat (2) Undang Undang No 5 Tahun 1990 sanksi pidana berburu satwa dilindungi adalah pidana pejara paling lama 5 (lima) tahun dan denda paling banyak Rp 100.000.000 (seratus juta rupiah). (rls)