Gegara Jembatan 10 Miliar Ambles, Dedi Ahdiat Dilaporkan

Dedi Ahdiat Kepala Dinas PUPR Karawang

Karawang – LSM Kompak Reformasi melaporkan Kadis PUPR ke Polda Jabar.Terkait amblasnya proyek jembatan KW 6 dan pertanggungjawabannya kepada pihak kontraktor sebagai penyedia jasa dan tidak dilaporkannya ke Lembaga Pengembangan Jasa Konstruksi (LPJK) sebagai kegagalan bangunan,

“Ini diduga ada konspirasi. Padahal amblasnya proyek tersebut bukanlah bagian dari pemeliharaan yang nota bene tinggal lima persen dari termin (progress billings) yang belum dibayar/ditahan. Padahal amblasnya jembatan tersebut bisa memakan biaya lebih besar dari retensi,” kata Panca Jihadi Alpanji.

Sementara PUPR sebagai pengguna jasa yang jelas-jelas terikat dalam kontrak kerja konstruksi mengawasi dan memastikan pekerjaan tersebut sesuai dengan sarat-sarat kontrak
Kedua pihak menurut Pasal 96 UU No.2/2017 dapat dijatuhi sanksi.

Pemda Karawang dalam hal ini PUPR sebagai pengguna jasa sudah terlibat atau berperan sejak menentukan spesifikasi bahan bangunan, kualitas bangunan maupun cara mengerjakan dan menggunakan bangunannya. Sedangkan penyedia jelas merupakan subjek yang melakukan seluruh proses pekerjaan yang diminta oleh pengguna sehingga dimungkinkan hasil pekerjaannya setelah diserahterimakan ke pengguna jasa.

“Kedua pihak PUPR dan Kontraktor jembatan KW 6 sudah mengikatkan kontrak pekerjaan konstruksi memenuhi standar keamanan, keselamatan, kesehatan, dan keberlanjutan. Dalam kontrak itu juga keduanya keduanya mingikatkan dalam kontrak untuk memenuhi standar bahan, mutu peralatan, keselamatan dan kesehatan kerja, prosedur pelaksanaan pekerjaan, standar operasi dan pemeliharaan, pengelolaan lingkungan sosial dan hidup,” jelasnya.

Dalam setiap tahapan proses pekerjaan PUPR dan/atau kontraktor memberikan pengesahan atau persetujuan terkait hasil kajian, perencanaan, perancangan, rencana teknis proses, pelaksanaan, penggunaan material dan hasil layanan. Sehingga jelas apabila terjadi peristiwa hukum kegagalan bangunan dapat dipastikan melibatkan kedua pihak. Maka terlalu prematur bila PUPR membebankan ke kontraktor tanpa ada melibatkan penilai ahli dalam hal ini LPJK.


Kadis PUPR dalam pernyataanya dibeberapa media, bahwa perbaikan jembatan KW 6 butuh waktu 4-6 bulan. Dan menurut kami ini bukan katagori perawatan tapi melainkan suatu istilah dalam UU No 2 tahun 2017 disebut dengan kegagalan bangunan. Dalam UU tersebut Kegagalan bangunan merupakan suatu keadaan keruntuhan
bangunan dan/atau tidak berfungsinya bangunan setelah
penyerahan akhir hasil Jasa Konstruksi.

“Dan ketika ada kegagalan bangunan tentu saja bukan kontraktor saja yang harus bertanggjawab melainkan PUPR juga sebagi mengguna jasa,” katanya.

Dalam Peraturan Menteri PUPR No. 8 Tahun 2021 tentang
Penilai Ahli, Kegagalan Bangunan, Dan Penilaian Kegagalan Bangunan. Penilai Ahli LPJK mempunyai tugas memeriksa dokumen legalitas dan perizinan objek bangunan, identifikasi, investigasi, analisis penyebab Kegagalan Bangunan, penilaian besaran ganti kerugian dan penetapan penanggung jawab Kegagalan Bangunan

“Yang lebih herannya lagi kontraktor sebagai penyedia jasa menerima begitu saja ketika harus bertanggung jawab padahal dalam bekerja melibatkan Pejabat Pembuat Komitmen (PPK) .Sementara PPK lenggang kangkung begitu saja.
Inilah yang menjadi kejanggalan-kejanggalan bagi kami.
Ada konspirasi apa antara pengguna jasa dan penyedia jasa. Terlebih PUPR dalam hal ini tidak melaporkan ke LPJK,” lanjutnya.


“Untuk itu kami menyurati pihak Kepolisian Daerah Jawa-Barat agar segera mempolice line dan menyelidiki. Ada konspirasi apa antara PUPR dan kontraktor tersebut terlebih 2 tahap pekerjaan Jembatan KE 6 tersebut dikerjakan oleh orang yang sama,” tambah Panji.


Melalui surat laporan tertulis dengan nomor 22/LSMKR-LP/I/2022 Tertanggal 20 Januari 2022.
Pada intinya ia meminta Polda Jabar untuk menyelidiki mulai dari proses lelang sampai amblasnya jembatan tersebut serta motif dari PUPR yang tidak melaporkan ke LPJK.

“Meskipun Bupati dalam instagramnya menyebut cacat mutu tapi menurut kami ini bukanlah cacat mutu melainkan kegagalan bangunan sebagai mana yang termaktub dalam UU No 2 tahun 2017 tentang jasa konstruksi,” tandasnya.

Sementara itu Dedi Ahdiat , Kepala Dinas PUPR Karawang saat hendak di konfirmasi di kantornya masih sulit ditemui hingga berita ini tayang di redaksi.(red)

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

*

x

Check Also

Koorpres  Tegaskan ; KAHMI Netral di Pilkada

Karawang – Pilkada Karawang akan berlangsung hitungan jari. Namun, politisasi ...