Fakta Jabar.co.id – Praktisi hukum mengingatkan agar penegakan hukum yang sedang gencar dilakukan oleh Kejaksaan Agung tidak dipengaruhi dan digiring ke isu politik, apalagi membangun opini publik melalui survei.
“Survei itu sah-sah saja di negara demokrasi, tetapi jangan sampai ada agenda politik para surveyor atau pendananya sehingga merusak iklim penegakan hukum yang sudah berjalan on the track,” kata Ketua Harian Perhimpunan Advokat Indonesia (Peradi) R. Dwiyanto Prihartono SH MH, Jumat (20/8/2021).
Dilihat dari sisi politik, tuturnya, survei yang menyebut kinerja Kejaksaan Agung buruk ketika gencar memproses kasus-kasus besar, seperti kasus korupsi di PT Asuransi Jiwasraya (Persero) dan PT Asabri (Persero), bisa saja dimaknai sebagai penggiringan opini publik atau memiliki agenda terselubung untuk menggoyang posisi Jaksa Agung.
“Namun sekali lagi, penegakan hukum tidak boleh terpengaruh dengan isu politik apalagi survei. Penegakan hukum harus sesuai dengan aturan perundangan yang berlaku,” tegas Dwiyanto.
Sebagai lembaga penegak hukum, tuturnya, Kejaksaan harus bekerja berdasarkan hukum dan alat bukti sehingga dalam upaya penegakan hukum tersebut memang membutuhkan proses dan prosedur sehingga dapat mendudukkan persoalan sesuai hukum.
“Dalam negara demokrasi, lembaga survei sah-sah saja melakukan dan merilis hasil survei, tetapi hal itu tidak dapat dijadikan ukuran untuk menyimpulkan kinerja Kejaksaan karena Kejaksaan bekerja berdasarkan prosedur dan undang-undang, alat bukti dan fakta yang tidak bisa semua orang atau umum tahu termasuk responden,” ujarnya.
Menurut Dwiyanto, survei sulit mendapatkan akurasi untuk bisa menggambarkan opini masyarakat secara umum dalam suatu perkara hukum, mengukur kinerja Kejaksaan bukan dengan survei namun ukurannya pada apakah bekerja telah sesuai dengan prosedur dan undang-undang.
“Jadi saya kira tidak tepat mengukur kinerja Kejagung dengan hasil survei, Kejaksaan tidak bisa diukur seperti halnya mengukur lembaga politik. Kita maknai saja hasil survei sebagai pemicu agar kinerja Kejaksaan lebih baik lagi,” ungkapnya.
Senada dengan Dwiyanto, Direktur Eksekutif Forum Hukum (Forkum) BUMN Dr(c) Verrie Hendry SH MKn meminta masyarakat cermat sehingga tidak tergiring oleh opini pihak-pihak tertentu untuk membantu koruptor.
Menurut dia, Kejaksaan Agung di bawah komando Jaksa Agung ST Burhanuddin justru telah menunjukkan kinerja yang sangat baik karena berani mengungkap kasus-kasus korupsi besar yang merugikan negara puluhan triliun rupiah, seperti kasus Jiwasraya dan Asabri.
“Kita curiga, beberapa survei sebelumnya menunjukkan kepercayaan publik terhadap Kejaksaan Agung meningkat, tiba-tiba ada survei yang menunjukkan hasil sebaliknya bahkan ada pernyataan menuntut Jaksa Agung harus diganti. Kita curiga ini arahnya ke politik,” kata Verrie yang juga CEO & Founder Kantor Jukum HendryLaw.
Dia mengutip hasil temuan beberapa lembaga survei, antara lain Indobarometer, Charta Politika, Indikator Politik, dan Cyrus Network, pada periode Desember 2019 hingga Mei 2021.
Pada Desember 2019, survei Indobarometer mencatat tingkat kepercayaan dan kepuasan masyarakat terhadap Kejaksaan berada pada level 52,9%, kemudian naik menjadi 60% pada Juli 2020 menurut survei Charta Politika, dan meningkat lagi hingga 71,3% pada Oktober 2020 versi Indikator Politik.
Tingkat kepercayaan dan kepuasan masyarakat terhadap kinerja Kejaksaan bahkan mencapai titik tertinggi pada Mei 2021, yakni 82,2% berdasarkan survei Cyrus Network.
Survei nasional Kompas juga menunjukkan citra Korps Adhyaksa berada di angka 74,2% pada 2021. Capaian ini merupakan yang tertinggi dalam 7 tahun terakhir.
Litbang Kompas mencatat, citra Kejaksaan pada 2019 sebesar 57%, 2018 sebesar 61,7%, 2017 sebesar 58,8%, 2016 sebesar 57,8%, dan 2015 sebesar 64,8%.
Dihubungi terpisah, spiritualis nusantara Kidung Tirto Suryo Kusumo mengatakan proses hukum terhadap koruptor oleh Kejaksaan Agung seharusnya diapresiasi, bukan dicela. (red)