KARAWANG – Permainan tradisional sudah menjadi salah satu hal yang diperhatikan Pemerintah Provinsi Jawa Barat sejak beberapa tahun lalu. Hal itu dibuktikan dengan digelarnya “Lomba Kaulinan Budak Lembur” setiap tahun yang dilakukan di setiap daerah yang seterusnya digelar di tingkat provinsi.
Meski demikian, nampaknya perhatian yang diberikan pemerintah provinsi dan pemerintah daerah masih belum cukup. Karena faktanya lahan bermain bagi anak-anak untuk memainkan permainan tradiaional malah hampir hilang, tergerus oleh pembangunan.
Di Desa Wancimekar, Kecamatan Kotabaru, Kabupaten Karawang misalnya, pesatnya pembangunan perumahan dan pertokoan justru menggerus lahan bermain anak. Mereka yang hedak memainkan permainan tradiaional seperti kelereng, layangan, gatrik dan galah santang harus sebisa mungkin memanfaatkan sisa lahan yang ada meski terbilang sempit.
Seperti anak-anak yang sedang bermain kelereng di Desa Wancimekar, mereka hanya memanfaatkan lahan yang luasnya hanya sekitar 4X4 meter saja. Padahal permainan ini umumnya membutuhkan sarana tanah datar yang cukup luas.
Dadan (11) yang sedang bermain kelereng mengaku senang memainkan permainan tersebut. Bahkan menurutnya, bermain kelereng bersama teman sebayanya lebih seru dibanding bermain gadget.
“Rame maen koleci mah, bisa bareng jeung babaturan. Maen HP mah sok babari bosen da sorangan wae. (Seru kalau main kelereng, karena bisa bareng sama temen-temen. Kalau main HP suka gampang bosen, karena sendirian aja,” ungkap Dadan yang masih duduk di kelas 5 SD tersebut.
Senada dikatakan Akbar (9) yang juga turut bermain kelereng. Ia mengaku sering bermain gadget, namun jika ada teman-teman sebayanya bermain permainan tradisional maka gadget pun akan dilupakan sejenak.
“Osok maen HP di imah, tapi mun aya nu ngajak maen koleci mah nya mendingan maen koleci. (Sering main HP di rumah, tapai jika ada yang ngajak maen kelereng mending main kelereng),” kata dia.
Tidak hanya kelereng, anak-anak itu juga sering kali memainkan permainan tradiaional lainnya seperti layang-layang, gatrik, enggrang dan galah santang.
“Lamun keur kumpul kabeh mah jeing barudak awewe na sok maen galah santang. Tapi mun lalaki hungkul mah maen koleci atawa layangan. (Kalau kumpul semua bersama anak-anak perempuannya juga kami main galah santang. Tapi kalau yang kumpul hanya anak laki-laki paling main kelereng atau layang-layang),” tutur Akbar.
Ketua Paguyuban Masyarakat Wancimelar (PGMW), Agus Supriyadi mengaku sangat prihatin dengan kondisi lahan bermain anak yang semakin tergerus oleh pembangunan. Karena menurutnya, salah satu penyebab anak semakin terlena oleh permainan gadget adalah karna tidak adanya lahan bermain yang aman dan nyaman.
“Saya kira bukan hanya di Wancimekar, tapi hampir di seluruh wilayah perkotaan yang padat dengan pemikiman dan pertokoan di Karawang, lahan bermain untuk anak ini sudab semakin sulit ditemui,” kata dia.
PGMW sendiri, lanjut Agus, sangat mensuport program pemerintah yang ingin melestarikan permainan tradiaional. Namun ia berharap pemerintah lebih serius lagi dalam berupaya, dengan melakukan berbagai terobosan dan tidak hanya terpaku.pada lomba tahunan.
“Kami sangat suport, bahkan kami juga gelar festival kaulinan barudak setiap tahun meski hanya lingkup desa saja. Harusnya pemerintah juga bisa sosialisasikan kalulinan barudak ini kepada masyarakat, bahkan kalau memungkinan sediakan lahan bermain anak yang nyaman dan aman di setiap desa. Jangan kegiatan yang dilakukan hanya bersifat ceremonial saja,” tandas dia.(zck)