GARUT – Kasus dugaan pungutan liar (pungli) di dunia pendidikan di tanah air kembali marak diperbincangankan publik. Kali ini kasusnya muncul pada Program Indonesia Pintar (PIP) dibeberapa sekolah jenjang sekolah dasar (SD) di Kabupaten Garut, Jawa Barat.
Dugaan pungli berawal dari beredarnya bukti kwitansi pembayaran di pesan whatsapp dari pihak sekolah dasar di daerah Kecamatan Pasirwangi dan Kecamatan Malangbong kepada pihak pengusung dari salah satu partai politik (parpol).
Pembayaran dana tersebut diduga sebagai komitmen fee dari pihak sekolah dengan besaran 40 persen.
Berdasarkan informasi dihimpun Fakta Jabar, setidaknya ada 5 SD di Kecamatan Pasirwangi yang menerima penyaluran dana PIP dari pemerintah pusat. Salah satunya SDN 3 Padaasih yang telah memberikan dana komitmen fee kepada pengusung dengan total pembayaran sebesar Rp 18.816.500.
Besaran komitmen fee dana PIP dalam praktek pemotongan ini dibedakan berdasarkan tingkatan kelas, dengan rincian untuk siswa kelas 1 yang mendapatkan dana PIP Rp 225.000 dan diserahkan kepada pengusung sebesar Rp 100.000. Sedangkan siswa kelas 2 sampai kelas 6 yang mendapatkan Rp 450.000 diserahkan kepada pengusung sebesar Rp 200.000.
Praktek pemotongan dana tersebut dianggap merugikan para siswa, karena mereka menerima dana PIP tak sebagaimana haknya.
Kejanggalan lain pun terjadi pada tata cara pencairan PIP itu sendiri. Pihak Bank BRI Unit Palnunjuk yang ditunjuk untuk mencairkan dana PIP melakukan transaksi pencairan langsung di lingkungan sekolah. Padahal seharusnya orang tua siswa yang datang ke bank untuk proses pencairan langsung.
Hal semacam ini terjadi di SDN Padasuka Kecamatan Pasirwangi yang telah mencairkan dana PIP aspirasi sebanyak 114 siswa dilingkungan sekolah, bahkan pihak pengusung turut hadir menunggu proses transaksi pencairan selesai.
Pungutan dalam bentuk dan dalih apapun tidak dibenarkan oleh undang-undang. Dalam UU no 20 Tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi, pelaku pungli dapat dijerat sebagai kegiatan korupsi.
Banyak pihak yang menyayangkan adanya kasus ini, salah satunya dari pihak Dewan Pendidikan Kabupaten Garut. Angota Dewan Pendidikan Kabupaten Garut, Dian Hasanudin menyatakan praktek pungli itu sudah masuk kategori pidana.
“Jika melihat dari bukti kwitansi penerimaan yang diduga dilakukan oleh oknum salah satu Partai Politik (Parpol) ini dengan pemotongannya yang mencapai 40 persen, sudah jelas masuk dalam kategori pidana dan gratifikasi,” ujar Dian, Kamis (5/3/2020).
Selain itu ia juga berharap aparat penegak hukum yang menangani, baik Polres Garut maupun Kejaksaan Negeri Garut segera menindak tegas dugaan dan temuan kasus pungli tersebut sesuai aturan hukum berlaku. (red)