JAKARTA – Pemerintah menetapkan cukai rokok bakal naik 23 persen di tahun depan. Imbasnya, harga eceran rokok bakal ikut terkerek, yakni sebesar 35 persen.
Direktur Jenderal Bea dan Cukai Kementerian Keuangan (Kemenkeu) Heru Pambudi mengatakan, Pemerintah akan segera mengumumkan berapa harga eceran tertinggi rokok di pasar dari kenaikan cukai rokok ini.
“Harga eceran tertinggi untuk rokok nanti ya, kita umumkan secepatnya. Follow up daripada keputusan kemarin,” ujarnya di Jakarta, Sabtu (14/9/2019).
Heru menjelaskan, kenaikan cuka rokok memang salah satunya untuk menekan jumlah perokok terutama rokok ilegal yang beredar di industri.
“Makanya kemarin kapolri juga menyampaikan dukungannya upaya-upaya yang ilegal ini agar tidak naik. Ini saya kira dukungan yang luar biasa yang disampaikan untuk men-support bea cukai dalam rangka memberantas yang ilegal,” ujarnya.
“Nah, potensi ada rokok ilegal ini kita kerja sama dengan aparat penegak hukum. Dalam hal ini polisi dan tni,” lanjut dia.
Penerimaan Negara Bakal Bertambah Rp 173 T
Direktur Jenderal Bea dan Cukai Kementerian Keuangan (Kemenkeu) Heru Pambudi mengatakan, kenaikan cukai rokok sebesar 23 persen di 2020 akan berdampak pada penerimaan negara.
Kata dia, potensi penerimaan negara yang akan diperoleh dari kebijakan kenaikan cukai rokok ialah senilai Rp173 triliun. Tetapi, pihaknya menegaskan Pemerintah tidak menargetkan secara khusus terkait penerimaan tersebut.
“Revenue (nanti) mengikuti. Jadi kita tidak membuat kebijakan ini berdasarkan target revenue tapi berdasarkan pada konsumsi yang harus secara gradual diturunkan tapi industri masih bisa kita perhatikan,” tuturnya di Jakarta, Sabtu (14/9/2019).
Dia menjelaskan, dalam 10 tahun terakhir, jumlah perokok memang mengalami tren penurunan. Sebab itu, Pemerintah berharap kebijakan ini akan semakin menurunkan jumlah perokok terutama di kalangan anak muda.
“Dalam 10 tahun terakhir, tren penurunannya adalah 1,2 persen. Dengan kebijakan ini tentunya kami harapkan ini lebih besar lagi. Karena dia memang presentasenya relatif,” ujarnya.
“Karena satu yang dicatat salah stau pertimbangannya adalah pengendalian konsumsi. Memang kita menyadari bahwa ada gejala peningkatan konsumsi rokok dikalangan anak-anak statistik sudah ada,” lanjut dia.(*)