FAKTAJABAR.CO.ID – Penyesuaian tarif mencapai Rp 160.000 per bulan per jiwa untuk kelas 1 peserta umum atau non PBI, sedangkan kelas 3 baik PBI dan non PBI menjadi Rp 42.000 per bulan per jiwa atau naik dua kali lipat untuk peserta PBI yang sebelumnya Rp 23.000 dan non PBI sebesar Rp 25.500, akan ditempuh demi menutup defisit keuangan BPJS Kesehatan.
Rencana pemerintah melalui Kementerian Keuangan akan menaikkan iuran untuk semua golongan tersebut, baik untuk peserta penerima bantuan iuran (PBI) maupun umum, diteruskan juga demi menambal kembali defisit BPJS Kesehatan sebesar Rp 13,56 triliun hingga akhir 2019.
Kata Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati dijelaskan BPJS Kesehatan akan mengalami defisit lagi tahun ini. Hal ini dikarenakan besaran iuran yang terbilang rendah. “BPJS Kesehatan masih akan bolong tahun ini,” kata Sri Mulyani di DPR RI, Jakarta, Selasa (27/8/2019).
Sri Mulyani membuka opsi menaikkan iuran BPJS Kesehatan. Pasalnya berbagai langkah sudah ditempuh demi menekan defisit BPJS Kesehatan. Kata dia, dengan dilakukan kenaikan iuran sesuai usulan Dewan Jaminan Sosial Nasional (DJSN) maka BPJS Kesehatan hanya bisa menutup defisit di 2020. “Menyelamatkan BPJS satu tahun itu asumsi tagihan bolong 2019 clean. Rp 32 triliun estimasi defisit harus ditutup dulu kemudian iuran ini baru akan bisa membantu BPJS 2020 namun 2021 defisit lagi,” ujar Sri Mulyani.
Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati mengusulkan iuran BPJS Kesehatan yang baru sebesar Rp 160.000 per bulan per jiwa untuk kelas 1. Angka itu lebih besar dibandingkan usulan Dewan Jaminan Sosial Nasional (DJSN). “Untuk 2020 kami usulkan kelas 2 dan kelas 1 jumlah yang diusulkan oleh DJSN perlu dinaikkan,” katanya.
DJSN mengusulkan kepada pemerintah besaran iuran yang akan diberlakukan pada 2020 yakni Peserta penerima bantuan iuran (PBI) sebesar Rp 42.000 per jiwa atau meningkat Rp 19.000 dari yang berlaku sekarang Rp 23.000 per jiwa. Untuk iuran peserta penerima upah (PPU) badan usaha sebesar 5% dengan batas atas upah sebesar Rp 12 juta atau naik dari yang sebelumnya Rp 8 juta. Sedangkan iuran PPU pemerintah sebesar 5% dari take home pay (TKP) dari yang sebelumnya 5% dari gaji pokok ditambah tunjangan keluarga.
Untuk yang PPU pemerintah dan badan usaha, persentase 5% akan ditanggung oleh pemberi kerja sebesar 4% dan peserta sebesar 1%.
Selanjutnya, iuran untuk peserta bukan penerima upah (PBPU) untuk kelas 1 menjadi Rp 120.000 dari sebelumnya Rp 80.000 per jiwa. Kelas 2 menjadi Rp 75.000 per jiwa dari yang sebelumnya Rp 51.000 per jiwa. Kelas 3 menjadi Rp 42.000 dari yang sebelumnya Rp 25.500 per jiwa.
Khusus yang PBPU, Sri Mulani mengaku mengusulkan lebih besar, untuk kelas 2 menjadi Rp 110.000 per bulan, dan kelas 1 Rp 160.000 per bulan. Sedangkan kelas 3 tetap sama sebesar Rp 42.000 per bulan. Sri Mulyani bakal menyuntik BPJS Kesehatan lagi sebesar Rp 13,56 triliun. Hal itu diusulkan dirinya sebagai solusi menambal tekor keuangan BPJS Kesehatan.
Dia menjelaskan, usulan suntikan modal sebesar Rp 13,56 triliun berasal dari penyesuaian iuran peserta penerima bantuan iuran (PBI) pusat dan daerah menjadi Rp 42.000 per bulan per jiwa dan berlakunya penyesuaiannya pada Agustus 2019. Jika dihitung, kata Sri Mulyani maka tambahan modal yang ditanggung atas usulan penyesuaian iuran PBI pemerintah pusat pada Agustus hingga akhir tahun ini sebesar Rp 9,2 triliun. Sedangkan untuk PBI daerah sebesar Rp 3,34 triliun. Serta penyesuaian iuran PPU pemerintah yang berlaku Oktober 2019.
“Dengan demikian BPJS akan mendapatkan cash tambahan Rp 13,56 triliun,” tegas Sri Mulyani. (dtk/red)