KARAWANG – Geliat pembangunan infrastruktur transportasi di Jawa Barat yang menjadi fokus pemerintah pusat menjadikan bisnis properti menjadi salah satu primadona. Tidak terkecuali di Kabupaten Karawang.
Namun demikian, pesatnya pembangunan properti di Karawang justru menjadi kekawatiran tersendiri bagi para aktivis lingkungan. Salah satunya disuarakan Kang Ade Jaya, pemerhati lingkungan dari Kecamatan Rengasdengklok. “Beberapa pembangunan perumahan di Karawang, dari kaca mata saya, masih ada yang luput dalam hal pemenuhan syarat-syarat penting ideal sebuah perumahan,” ujar Kang Ade.
Lanjut pria yang juga pengusaha muda ini, hal yang luput dalam hal pemenuhan pembangunan lokasi perumahan tersebut diantaranya dalam kepemilikan tempat penampungan sampah terpadu (TPST). “Kita, warga Karawang, sekarang kan bisa melihat, rata-rata setiap pengembang saat memulai bisnis properti dan membangun unit rumah tidak kurang dari 750 unit. Disini lah letak masalahnya. Saat pembangunan rumah oleh pengembang meratus, namun dampak terhadap lingkungannya, khusunya dalam pengelolaan sampah rumah tangga acapkali luput dari skema pembangunan itu sendiri,” beber Kang Ade.
Menjawab pertanyaan, Kang Ade menyebut salah satu dampak ini tidak boleh dianggap sepeel. Artinya perlu dipikirkan secara kolektif karena berkaitan dengan kelestarian dan estetika sebuah lingkungan. “Saya melihat, pengelolaan sampah rumah tangga pada pembangunan massal bisnis properti di Karawang hari ini belum disentuh secara optimal. Baik dalam hal regulasi maupun teknis kerjsamanya antara pemangku kebijakan dengan para pihak berkaitan. Padahal, urusan kelola sampah rumah tangga ini dalam sebuah perumahan adalah hal paling mendasar yang wajib dipenuhi setap pengembang,” tandasnya.
“Jadi jangan sampai, pembangunan perumahannya baik, tapi saat harus membuang sampah malah harus di halaman rumah. Ini yang harus dicari solusinya bersama,” tutup Kang Ade. (red)