STADION AUGUSTE -Delaunte di Kota Reims, 129 kilometer arah timur laut Paris, Prancis, menjadi sejarah torehan rekor baru dalam ajang Piala Dunia, baik Piala Dunia Wanita maupun Piala Dunia Pria. Kemenangan 13-0 timnas putri Amerika Serikat atas timnas putri Thailand menjadi kemenangan terbesar yang pernah tercatat sepanjang gelaran Piala Dunia.
Tidak ada satu pun tim, baik putra maupun putri, sepanjang sejarah putaran final Piala Dunia yang mampu memetik kemenangan dengan selisih skor begitu besar. Terlepas dari pro-kontra yang mengikutinya, termasuk anggapan soal timnas putri Amerika Serikat terlalu arogan dengan melakukan selebrasi berlebihan, kemenangan tersebut menjadi satu dari sejumlah pernik yang tersaji dalam gelaran Piala Dunia Wanita 2019.
Terhitung sejak 7 Juni hingga 7 Juli mendatang, Prancis menjadi tuan rumah kompetisi paling prestisius di kancah sepak bola wanita, Piala Dunia Wanita 2019. Selama kurang lebih satu bulan, 24 tim dari enam konfederasi bakal bertarung menjadi yang terbaik dalam edisi kedelapan Piala Dunia Wanita tersebut.
Hingga akhir Juni, turnamen empat tahunan itu telah memasuki fase empat besar. Sang juara bertahan Amerika Serikat, Inggris, Swedia, dan Belanda menjadi empat tim terakhir yang masih bertahan. Sementara Amerika Serikat bakal ditantang Inggris, Swedia akan meladeni permainan Belanda di partai semifinal, yang direncanakan digelar pada 2 Juli dan 3 Juli mendatang.
Jika dibandingkan dengan Piala Dunia Pria, Piala Dunia Wanita bisa dikatakan masih belum bisa bersaing, terutama dalam hal paparan media, nilai komersial, ataupun jumlah penonton. Namun, seiring berjalannya waktu, gelaran Piala Dunia Wanita makin dilirik dan terus mengalami peningkatan, baik dari segi kualitas permainan di atas lapangan maupun daya pikat terhadap sponsor.
Dari atas lapangan, seperti dilansir Opta, rata-rata jumlah operan per laga dalam fase grup putaran final Piala Dunia Wanita meningkat drastis dibanding empat tahun lalu. Dalam Piala Dunia Wanita 2019, total ada 825 operan dibanding 750 operan yang tercatat pada Piala Dunia Wanita 2015. Artinya, pola permainan tim-tim putri sudah mampu terbentuk dengan baik dan mulai mengandalkan penguasaan bola seperti pada tim-tim putra.
Secara lebih umum, catatan ini menunjukkan sebuah pertandingan sepak bola putri sudah tidak lagi diwarnai dengan bola yang lebih sering meninggalkan lapangan ataupun lebih banyak berada di udara atau dengan tackling maupun perebutan bola yang kerap membuang-buang energi sang pemain.
Catatan ini pun membuat dukungan dari berbagai sponsor berdatangan. Alhasil, hal itu berimbas pada peningkatan besaran hadiah untuk sang pemenang, yang mencapai 30 juta dolar AS (Rp 423 miliar). Angka ini meningkat dua kali lipat dibandingkan hadiah yang diberikan pada Piala Dunia Wanita 2015.
Jika menilik potensi yang dimiliki gelaran Piala Dunia Wanita, terutama dari segi peningkatan jumlah penonton, wajar rasanya jika berbagai perusahaan mulitnasional mulai melirik Piala Dunia Wanita. Seperti dilansir laman resmi FIFA, setidaknya 750 juta penonton televisi menyaksikan Piala Dunia Wanita 2015 yang digelar di Kanada. Angka ini pun belum termasuk dengan 86 juta orang yang menonton Piala Dunia Wanita 2015 via layanan streaming internet ataupun gawai.
Selain itu, dari segi konten dan waktu tayang, ada peningkatan sebanyak 31 persen dibanding pada gelaran 2011 silam. Angka ini merupakan rekor baru sepanjang gelaran Piala Dunia Wanita, yang mulai digelar pada 1991 silam. Dengan catatan ini, FIFA mengklaim Piala Dunia Wanita merupakan turnamen di bawah FIFA kedua yang paling banyak ditonton, setelah Piala Dunia Pria.
Torehan lebih mencengangkan terekam di Amerika Serikat. Final Piala Dunia 2015, yang mempertemukan Amerika Serikat dengan Jepang, menjadi pertandingan sepak bola paling banyak ditonton dalam sejarah Amerika Serikat.
Hal ini mengacu pada data yang dikeluarkan Fox selaku pemegang hak siar Piala Dunia Wanita di Amerika Serikat, yang menyebut setidaknya ada 23 juta penonton gelaran final Piala Dunia Wanita 2015. Angka ini meningkat lebih dari 70 persen dibanding saat Amerika Serikat berhadapan dengan Jepang pada gelaran Piala Dunia Wanita 2011.
“Saat ini sepak bola pria mungkin sudah mengalami kejenuhan, terutama dalam hal komersialisasi. Di sisi lain, sepak bola wanita memiliki potensi yang sangat besar dan rasanya tidak ada waktu yang lebih baik untuk memanfaatkan potensi itu selain di Piala Dunia Wanita,” ujar salah seorang petugas dari Departemen Sepak Bola Wanita FIFA, Sarai Bareman, seperti dikutip New York Times.
Masih ada kritik terkait waktu penyelenggaraan Piala Dunia Wanita, terutama pada edisi kedelapan kali ini. Hal itu tak tidak terlepas dari dua agenda besar yang sedang digelar oleh dua konfederasi, Conmebol dan Concacaf, yaitu Piala Emas 2019 dan Copa America 2019.
Dua turnamen tersebut digelar berbarengan dengan Piala Dunia Wanita. Bahkan, waktu penyelenggaraan partai puncak tiga turnamen tersebut digelar secara bersamaan pada hari yang sama, yaitu 7 Juli mendatang. Kondisi ini dikhawatirkan bakal mengikis popularitas Piala Dunia Wanita karena kecenderungan penikmat sepak bola untuk lebih memilih menyaksikan final Piala Emas ataupun Copa America.
Penentuan jadwal laga final ini dianggap kontraproduktif dengan upaya untuk terus memberikan dukungan terhadap perkembangan sepak bola wanita secara keseluruhan. “Benar-benar mengecewakan dan sangat konyol. Memainkan tiga pertandingan besar dalam satu hari secara bersamaan tentu bukanlah dukungan terhadap perkembangan sepak bola wanita,” ujar pelatih timnas Amerika, Jill Elis, seperti dikutip New York Times. (*)