KARAWANG – Kasus cerai gugat di Karawang masih tinggi untuk tahun 2024 dengan faktor pemicu utama perselisihan dan pertengkaran terus menerus
Pendaftaran perkara perceraian sudah dilakukan secara online. Asep Syuyuti, Humas Pengadilan Agama Karawang mengatakan anjuran dari pemerintah pusat untuk pendaftaran perkara wajib melalui sistem online. Data yang masuk melalui sistem online sebesar 52 persen.
“Perkara yang masuk di pengadilan agama sejak Januari sampai 17 Desember 2024 karena untuk pendaftaran perkara sudah harus secara online. Kalau sebelumnya daftar online hanya pengguna pendaftar yaitu advokat tapi sekarang ditekankan pengguna lain, bagi yang belum punya akun akan kami bantu. Di Karawang Alhamdulillah sudah 52 persen sudah menggunakan online,” ujarnya pada 26 Desember 2026 lalu.
Jumlah perkara yang masuk di Pengadilan Agama Karawang sebanyak 5.013. Kasus perceraian gugat menempati urutan pertama dengan jumlah 3.327. Perceraian ini diajukan oleh pihak istri. Sementara itu untuk cerai talak hanya di angka 927 kasus.
“Jumlah perkara keselurahan 5.013 di tahun 2024, tapi sebenarnya dibandingkan tahun 2023 ada 5.127 jadi ada penurunan. Paling banyak perceraian, cerai talak 917, cerai gugat 3.327. Kemudian untuk di peringkat ketiga isbath nikah jumlah 404,” jelasnya.
Faktor pemicu utama disebabkan oleh adanya perselisihan dan pertengkaran yang terjadi secara terus menerus dengan jumlah sebanyak 2000 kasus. Kemudian untuk faktor ekonomi sebanyak 900. Selanjutnya untuk faktor kekerasan dalam rumah tangga sebanyak 14.
“Faktor pemicu akibat adanya perselisihan dan pertengkaran yang terjadi terus menerus. Untuk perselisihan kurang dari 2000, ke dua karena ekonomi ada sekitar 900, ketiga meninggalkan salah satu pihak sekitar ada 200, kekerasan ada 14. Kalau kekerasan harus dibuktikan dengan hasil visum, saksi yang menyaksikan,” lanjutnya.
Ia menerangkan untuk faktor perselisihan dan pertengkaran terus menerus dapat diajukan ke pengadilan agama setelah terjadi pisah tempat tinggal selama 6 bulan. Ia mengaku selama ini sebagaian besar kasus perceraian dikabulkan akibat tidak hadirnya pihak lawan.
“Sekarang di Surat Edaran Mahkamah Agung Nomor 3 Tahun 2023 kalau alasan perselisihan dan pertengkaran terus menerus harus di ikuti pisah tempat tinggal selama 6 bulan, kecuali ditemukan adanya kekerasan dalam rumah tangga. Kebanyakan perkara di kita itu pihak lawan tidak hadir maka tidak bisa dilakukan mediasi,” terangnya.
Selanjutnya untuk usia masyarakat yang mengajukan perceraian mulai dari 25 hingga 40 tahun. Ia menjelaskan untuk penyelesaian perkara jenis perdata diberikan waktu maksimal selama 5 bulan.
“Rata-rata orang yang bercerai usia 25 sampai 40 tahun, ada juga usia perkawinan yang di bawah 5 tahun. Penyelesaian perkara dibatasi oleh waktu, rata-rata kasus selesai selama 2 bulan. Untuk penyelesaian perkara perdata maksimal 5 bulan,” pungkasnya.(red/fj)