Oleh : Fatikah Rodotul Aini, Krisnina Alya Maharani, Nida Izzatunisa Khasanah | Prodi S1 Keperawatan, Fakultas Ilmu Kesehatan, Horizon University Indonesia
Era globalisasi memaksa masyarakat modern untuk memiliki mobilitas yang tinggi. Hal ini berdampak pada peningkatan kepadatan lalu lintas di berbagai wilayah. Seiring dengan perkembangan tersebut, muncul fakta bahwa jalan raya sering kali menjadi lokasi utama terjadinya kecelakaan yang mengakibatkan munculnya korban jiwa. Tingginya intensitas penggunaan jalan raya menuntut perhatian lebih dalam upaya meningkatkan keselamatan berkendara dan infrastruktur lalu lintas yang memadai untuk mengurangi risiko kecelakaan.
Di Indonesia korban meninggal dunia akibat kecelakaan lalu lintas selalu berkaitan dengan meningkatnya jumlah kendaraan roda dua yang beroperasi. Data yang diperoleh dari Badan Pusat Statistik Indonesia diketahui bahwa jumlah kendaraan roda dua di Indonesia 120.101.047 unit di tahun 2018 (BPS, 2019). Sedangkan Berdasarkan statistik Korlantas Polri, jumlah korban kecelakaan mencapai 28.238 orang pada periode 31 Desember 2018 sampai 31 Maret 2019.
Menurut Kapolres Karawang, AKBP Wirdhanto Hadicaksoni mengatakan bahwa angka kecelakaan lalu lintas di Karawang tertinggi kedua se-Jawa Barat dengan catatan dari Polres Karawang yaitu 1.250 kejadian sepanjang tahun 2023. Dari jumlah kejadian kecelakaan lalu lintas tersebut, jumlah korban jiwa mencapai 360 orang. Kejadian kecelakaan lalu lintas terjadi baik itu di ruas jalan tol, jalan arteri, maupun perlintasan kereta api. Dengan tingginya angka kecelakaan tersebut dibangunlah monumen keselamatan oleh pemerintah Kabupaten Karawang di daerah perlintasan Kereta Api Tuparev, hal tersebut guna meningkatkan kesadaran akan pentingnya keselamatan dalam lalu lintas kepada para warga karawang agar dapat berkendara dengan baik.
Karawang memiliki tingkat kepadatan kendaraan yang cukup tinggi sehingga potensi menyebabkan kecelakaan juga tinggi. Kecelakaan disebabkan oleh empat faktor, yaitu manusia, kendaraan, jalan dan lingkungan.
Menurut teori Lawrence Green, menyatakan bahwa perilaku manusia dipengaruhi oleh dua faktor pokok yaitu faktor perilaku dan juga faktor dari luar perilaku. Perilaku sendiri ditentukan dari 3 faktor yaitu :
Faktor predisposisi (Predispocing Factors), yakni faktor-faktor yang mempermudah atau mendahului terjadinya sebuah perilaku pada diri seseorang, antara lain : pengetahuan, persepsi, pengalaman, kepercayaan, nilai-nilai.
Faktor pemungkin (enabling Factors) yakni faktor-faktor yang memungkinkan atau memfasilitasi perilaku. Faktor pemungkin yang dimaksud adalah sarana dan prasarana atau fasilitas untuk terjadinya perilaku selamat dalam berkendara seperti halnya karakteristik dari pengendara yang mengemudikan kendaraan bermotor harus memiliki Surat Izin Mengemudi (SIM), adanya dukungan fasilitas kendaraan bermotor, dan peraturan lalu lintas.
Faktor penguat (Reinforcing Factors),yakni faktor-faktor yang memperkuat atau mendorong seseorang untuk berperilaku selamat saat berkendara seperti adanya dukungan dari orang lain untuk melakukan perilaku keselamatan berkendara.
Solusi di bidang keperawatan
Artikel ini akan membahas solusi yang berpotensi mengurangi tingkat kecelakaan dan meningkatkan kesadaran masyarakat di Karawang melalui penerapan strategi keperawatan komunitas, yaitu dan pembentukan kemitraan (partnership). Berbagai langkah yang dapat diambil meliputi:
Pertama, kemitraan dengan pemerintah mengadakan kampanye nasional bekerja sama dengan kementerian perhubungan dan kepolisian untuk mengadakan kampanye keselamatan berkendara secara nasional seperti program “road safety month”. lalu penyediaan fasilitas infrastruktur dengan mendorong pemerintah untuk meningkatkan infrastruktur jalan, seperti jalur khusus sepeda motor, zebra cross dan penerangan jalan, meregulasi secara ketat sistem keamanan berkendara seperti penggunaan wajib helm Standar Nasional Indonesia (SNI), tilang elektronik, dan pembatasan kecepatan area rawan kecelakaan.
Kedua, Kemitraan dengan lembaga pendidikan mengajarkan keselamatan berkendara kepada siswa SMA yang baru belajar mengemudi, sekaligus bekerja sama dengan sekolah dan universitas untuk melatih cara menggunakan rem dengan benar, menggunakan alat pelindung diri yang aman dan terstandar SNI, memakai helm dengan aman, dan menghadapi situasi darurat di jalan.
Ketiga, Kemitraan dengan Sektor Swasta. Bekerja sama dengan perusahaan alat pelindung diri berkendara untuk menyediakan diskon atau subsidi pada APD tersebut, menggandeng perusahaan otomotif, asuransi, atau telekomunikasi sebagai sponsor dalam mendanai kampanye keselamatan berkendara, serta bermitra dengan perusahaan teknologi untuk menciptakan aplikasi yang membantu pengendara mematuhi aturan lalu lintas, seperti fitur peringatan batas kecepatan.
Berikut beberapa upaya yang dapat terlaksana dengan efektif apabila didukung oleh partisipasi aktif masyarakat serta dukungan yang optimal dari pemerintah dalam rangka mengurangi tingkat kecelakaan, sesuai dengan prinsip dan strategi Keperawatan Komunitas yang berfokus pada kemitraan. Keterlibatan semua pihak sangat penting untuk menciptakan lingkungan yang aman dan sehat, sehingga tujuan tersebut dapat tercapai dengan baik.(*)
Sumber :
Maulana, I. (2024). https://www.detik.com/jabar/hukum-dan-kriminal/d-7117584/melihat-angka-kasus-kejahatan-di-karawang-sepanjang-tahun-2023
Muryatma, N. M. (2018). Hubungan Antara Faktor Keselamatan Berkendara Dengan Perilaku Keselamatan Berkendara. Jurnal PROMKES, 5(2), 155. https://doi.org/10.20473/jpk.v5.i2.2017.155-166