Dulunya Daratan sekarang Lautan, Ini Kisahku

“Dulunya ini darat sampai puluhan meter. Karena abrasi, sekarang jadi laut. Karena kita tahun makin parah, kita lakukan semampunya dengan karung pasir. Tapi tidak bertahan lama. Alhamdulillah, dari Pertamina membantu dengan limbah ban bekas yang dirakit atau Appostrap kita pasang di bibir pantai. Sekarang sudah jadi daratan lagi,”

PERNYATAAN itu keluar dari mulut Yuli Yakub, Ketua RW Dusun Muara Desa Ciparagejaya Kecamatan Tempuran. Selasa, 20 Agustus 2024 kepada insan media.

Telunjuk Pria berusia 40 tahun itu menunjukan daratan yang terkikis abrasi hingga sekarang jadi lautan. Warganya cemas. Khawatir. Makin tidak nyaman. Disitu, mulai berpikir bila dibiarkan maka satu dusun akan terancam habis abrasi.

Abrasi di Dusun Muara Desa Ciparagejaya Kecamatan Tempuran

“Kami dan pemerintah desa selalu berpikir bagaimana caranya mengatasi abrasi. Selalu melaporkan ke pemeritah kabupaten dan yang lainnya. Hasilnya belum memuaskan,” ujarnya.

Tak jauh berbeda dengan warga lainnya, Cali (55). Ia hanya sebatang kara. Bekerja sebagai nelayan dengan penghasilan yang tidak menentu. Ia tinggal di rumah berukuran kecil, sampai membangun kamar yang hanya dapat dimasuki untuk satu orang saja. Untuk memasuki kamarnya perlu menaiki dua lemari yang telah dijadikan tangga.

“Tempat tinggal yang sekarang telah rusak akibat adanya abrasi yang sering terjadi,” ungkap Cali, pada wartawan.

Kisah sedih Cali berlanjut, sebelum tinggal di tempat tersebut, mempunyai rumah yang jaraknya cukup jauh dari pantai. Namun rumah tersebut ia jual untuk biaya pengobatan mendiang istri. Kondisi tempat tinggal sekarang sampai mengakibatkan seluruh baju miliknya menjadi basah akibat terkena air laut.

“Makan sehari-hari mengandalkan hutang di warung,” katanya.

“Iya rumah saya habis kena air laut, belum ada tempat yang disediakan dari pemerintah. Saya tidak takut tinggal disini, anak tidak pernah ke sini. Baju saya basah semua kena air laut, saya tidur di atas hanya pakai alas seadanya aja. Airnya setiap sore datang terus dari awal Agustus. Makan saya utang dulu ke warung, kalau dapat hasil dari laut langsung dibayar,” tambahnya.

Nani (45) juga mengalami hal tersebut. Ia bahkan sampai mempunyai hutang di bank emok hanya untuk memperbaiki rumah. Ia menyebutkan satu kali perbaikan telah mengeluarkan uang minimal 700 ribu.

“Rumah saya sudah habis air laut. Abrasi ini baru ada lagi dari tahun 2019. Saya kalau punya uang beli bambu, karung, tambang sendiri. Satu kali perbaikan aja bisa sampai 700 ribu, sudah sering memperbaiki rumah tapi sekarang sudah menyerah. Saya sampai ambil ke bank emok hanya untuk memperbaiki rumah, setoran per hari 7.500,” ungkapnya.

Satrio Firdauzi Rojak, Ketua Kelompok Kerja Pemberdayaan Masyarakat Pesisir (KKPMP) Desa Ciparagejaya, mengatakan, limbah ban bekas atau Appostrap mampu menciptakan daratan baru yang selama ini terkikis oleh gelombang laut.

“Kita pasang ban bekas yang dirangkai. Lalu,  di pasang di bibir pantai seluas 800 meter. Limbah ban bekas sekitar 1000 dikumpulkan. Ternyata  ini efektif dan mampu pencegahan abrasi. Akhirnya Teknologi Appostrap dipatenkan oleh Kementerian Hukum dan Hak Asasi Manusia mulai diaplikasikan Pantai Muara Ciparage pada tahun 2022 lalu,” katanya, Selasa (20/8/2024).

Lebih lanjut Satrio menjelaskan, alat tersebut dari ban bekas sepeda motor yang di modifikasi dibentuk segitiga atau segiempat. Lalu dipasang dibibir pantai dirangkai dengan gotong royong bersama warga lainya. Terjangan ombak mampu ditahan hingga menciptakan daratan baru dari pasir laut yang dibawa ombak.

Menurut Satrio Firdauzi Rojak, Ketua Kelompok Kerja Pemberdayaan Masyarakat Pesisir (KKPMP) Desa Ciparagejaya, alat ini mengalami modifikasi yang signifikan menjadi bentuk segitiga untuk meningkatkan efektivitasnya dalam menangkap sedimentasi.

“Keberhasilan ini berkat semua pihak. Dari KKPMP, warga Muara, dan paling penting dari PHE ONWJ yang selalu support kami. Juga para peneliti Appostrap yang kita lakukan hari ini mampu efektif menahan ombak laut,” ujarnya.

Penanggung Jawab Program Tanggung Jawab Sosial dan Lingkungan (TJSL) PHE ONWJ, Iman Teguh menambahkan, tanpa bekerjasama dengan semua pihak tidak akan terwujud. Salah satunya Teknologi Appostrap ini.  Appostrap juga dianggap sebagai alternatif yang lebih efektif dibandingkan penanaman mangrove.

“Penanaman mangrove di Ciparage sering mengalami kegagalan. Sebab, bibit yang ditanam langsung berhadapan dengan gelombang besar, sehingga tidak sempat berakar kuat sebelum tergerus. Maka itu, kita pasang Appostrap sebagai peredam ombak terlebih dahulu untuk mencitakan daratan. Jika sudah terbentuk daratan baru dilakukan penanaman pohon,” kata dia.

Dengan demikian, bisa bermanfaat untuk masyarakat di Ciparagejaya dan dilakukan seterusnya oleh masyarakat lain dalam menahan abrasi di wilayah pesisir utara Karawang.

“Inovasi Appostrap, Pantai Ciparage tidak hanya mampu menahan laju abrasi, tetapi juga membuka peluang bagi terciptanya ekosistem baru. Inovasi ini menjadi bukti nyata bahwa teknologi yang tepat guna dan bisa bermanfaa untuk masyarakat pesisir Karawang,” pungkasnya.(Rosman Ochim)

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

*

x

Check Also

Disiplin Kinerja Dewan, Badan Kehormatan DPRD Catat Fraksi NasDem Juara, Fraksi Ini Paling Bawah

KARAWANG– Ketua Badan Kehormatan (BK) DPRD Kabupaten Karawang, Rosmilah, mengapresiasi ...