Berkali-kali Gagal Tanam, Kini Hutan Mangrove Itu Jadi Tempat Wisata Ternama di Kota Karawang

Pintu masuk tempat wisata Hutan Mangrove Pasir Putih

TIDAK mudah menaklukkan kegagalan dalam diri kita. Juga tidak sedikit yang menyerah karena kegagalan. Karena, dalam hidup ini, kita tidak akan pernah lepas dari bayang-bayang kegagalan Hingga ditakuti banyak orang. Kecewa, marah, kesal bercampur dengan rasa pada diri kita ingin putus asa.

Namun tidak bagi Sahali. Pria berumur 56 tahun asal Dusun Pasir Putih, Desa Sukajaya, Kecamatan Cilamaya Kulon, tetap teguh dan tegar pada keyakinan. Bagi pria yang mengenakan pakaian hitam dan berambut ikal itu, kegagalan bukan berarti pecundang. Justru bagi ia ilmu yang berharga. Tidak akan didapatkan dalam meja pendidikan.

Kala itu, hanya hitungan jari yang sepemikiran Sahali untuk menanam pohon mangrove di pinggir pantai Pasir Putih. Bibit yang ia miliki terbatas. Ia tanam dengan tujuan mengatasi abrasi yang kin hari mengikis daratan. Tidur tak nyetak. Makan tak lahap. Yang ada dibanak Sahali adalah abrasi mengancam kehidupan di Pasir Putih.

Keyakinan yang ia miliki dan kelompok masyarakat pesisir, setiap pagi melakukan penataman di lumpur bibir pantai kedalaman 1,5 meter. Dengan bantuan alat bambu, Sahali dan kelompoknya menanam mangrove. Tak usah ditanya lagi, lumpur kedalaman 1,5 meter membuat Sahali sudah bergerak dalam menamam pohon itu seluar 600 meter. Namun, kekuatan do’a dan kebersamaa ia hingga upaya terus dilakukan setiap harinya.

“Coba bayangkan, kedalaman lumpur di pinggir pantai 1,5 meter. Kita dari darat menggunakan alat seadanya agar pohon bisa di tanam. Jika tidak sabar, pasti putus asa dan menyerah. Tapi tidak untuk kami, terus di lakukan setiap hari,” kata ayah dari tiga anak itu ketika diwawancara Fakta Jabar. Selasa, 20 Agustus 2024.

Sejak 2016 lalu, Sahali mulai berjuang. Terukir dalam kisah hidupnya bersama nama-nama kelompok yang ia berjuang. Setiap jam 06.00 pagi mulai bergerak ke bibir pantai. Tanpa berpikir lapar dan dahaga. Setelah tertanam, tak lama kemudian ombak deras dari pantai Pasir Putih menerjang bibit pohon yang di tanam Sahali. Alhasil, ancur. Rusak. Bercampur dengan lumpur pantai. Melihat itu, Sahali mengelus dada dan meyakinkan pada kelompoknya, jika itu adalah ujian Tuhan agar ia dan kelompoknya akan memetik ke-indahan nantinya.

Upaya Sahali menanam mangrove terus dilakukan. Hingga gagal tiga kali. Mangrove yang ia tanam diterjang ombak yang memakan daratan. Lantunan do’a dan mencari informasi bantuan digalakan Sahali dan kelompoknya.

“Ini kan fanomena alam ya, susah ditebak. Mungkin, Tuhan belum mengizinkan. Tapi, kami selalu berusaha untuk mencegah abrasi. Bukan untuk saya, bukan untuk kelompok saya. Tetapi untuk masyarakat banyak. Demi anak dan cucu saya nanti,” ujar Sahali penuh keyakinan.

Harapan baru Sahali dan tersenyum saat bertemu dengan pegawai PHE ONWJ. Terjadi komunikasi. Hingga perusahaan pertamina itu bersedia memberikan Corporate Sosial Responsibility (CSR) untuk membangun daratan baru di wilayah pesisir pantai Pasir Putih. Sahali dan kelompoknya tergugah semangat lagi. Menyatakan kesiapan, mengawali menanam mangrove lagi dari nol.

Mulai 2017, PHE ONWJ memberikan bibit mangrove sebanyak 15 ribu serta fasilitas lainnya pada kelompok masyarakat pesisir Pasir Putih. Mereka mulai menaman. Namun, dibekali ilmu oleh PHE ONWJ dengan memasang Appostrap atau limbah ban bekas yang dirakit untuk penahan ombak. Sekitar 600 meter ban bekas yang di rakit dipasang. Ditumpuk pasir laut oleh kelompok masyarakat pesisir mengenakan alat manual. Setelah limbah ban bekas yang dirakit dibentuk sepanjang lokasi abrasi, lalu ditanam mohon mangrove.

“Ban bekas itu kita pasang sebagai penahan ombak dan agar menciptakan daratan baru dari pasir laut. Kondisi masih lumpur, kita pun kesulitan. Tapi kita kerja keras menggunakan pacul, ban bekas itu di tanam beberapa sentimeter dan dikasih pasir, agar kuat menahan terjangan ombak. Beberapa meter, baru kita tanam pohon mangrove di lumpur,” kata Sahali.

Jembatan masuk Wisata Hutan Mangrove

Perjuangan itu membuahkan hasil. Appostrap atau limbah ban bekas cukup efektiv. Pohon mangrove mulai tumbuh. Setiap hari mereka mengawasi dan membersihkan sampah yang menyangkut di pohon, karena dari laut penuh sampah. Di Tahun 2018, kelompok masyarakat itu mengajukan kembali bibir pohon pada PH ONWJ sebanyak 10 ribu bibit pohon dan fasilitas lainnya.

“Kita dua kali mengajukan bantuan ke Pertamina 2017 dan 2018, berupa bibit mangrove dan fasilitas lainya seperti limbah ban bekas, bambu. Alhamdulliah, Pertamina mendukung dan terus melakukan pembinaan pada kelompok masyarakat pesisir utara. Hasilnya sangat baik,” ujar dia, juga sebagai nelayan.

Selama tiga tahun berlangsung, pohon mangrove tumbuh besar dan rindang. Appostrap pun berhasil menciptakan daratan baru di pohon mangrove. Kini tumbuh rindang menjadi hutan mangrove. Sejuk dan nyaman untuk tempat beristirahat. Hingga akhirnya, kelompok masyarakat pesisir itu memutuskan hutan mangrove pesisir Pasir Putih dijadikan tempat wisata dan rek-reasi masyarakat.

“Pohon mangrove sudah bebar dan rindang, jadi nyaman, indah dan bagus. Mungkin ini buah kesabaran kita dan kelompok masyarakat pesisir yang berhasil mencegah abrasi. Ini juga berkat dari Pertamina yang membantu dan membina kami,” tambah Sahali, mengharukan.

Kesepakatan bersama masyarakat Pasir Putih, hutan mangrove dijadikan tempat wisata. Tahun 2019, Bupati Karawang dr. Cellica Nurrachadiana meresmikan hutan mangrove menjadi tempat wisata dan mendapatkan pembinaan dari pemerintah.

Pengelola hutan mangrove pasang tariff tiket masuk hanya Rp5000 untuk pengunjung. Fasilitas yang akan didapatkan pengunjung ialah tempat selfi, berenang di pantai, menikmati keindahan hutan mangrove, musola, toilet dan disediakan tempat istirahat.

“Di dalam hutan mangrove ada edukasi, pembelajaran menaman pohon mangrove. Ada juga outlen UMKM karya kelompok masyarakat dan fasilitas lainnya di pinggir pantai,” kata Sahali melanjutkan, setiap ada ada pengunjung. Tiap libur kerja, kisasran 400 sampai 500 pengunjung berdatangan. Membantu perekonomian masyarakat setempat bisa berjualan di sekitar tempat wisata.

“Tiket 5000 rupiah itu, kita kelola untuk keperluan tempat wisata. Juga, kita kembalikan untuk kepentingan masyarakat seperti santunan anak yatim, piatu dan duafa serta jompo setiap hari Jumat. Membantu pembangunan masjid dan membantu dana kematian bagi masyarakat yang tidak mampu. Intinya, dari masyarat oleh masyarat dan untuk masyarakat,” pungkas Sahali.

Petunjuk bagi pengunjung di wisata Hutan Mangrove

Pengelolaan Sampah

Sahali juga mengatakan, sampah dari laut cukup banyak setiap hari. Jika tidak ada pengolahan, maka akan terjadi penumpukan dan menjadi kumuh. Disini, peran pengelola dan masyarakat pesisir menggerakan pengelolaan sampah. Mulai di daur ulang hingga dijadikan pupuk untuk tanaman. Hal itu, melalui pelatihan dan pembinaan yang diberikan Pertamina kepada kelompok masyarakat.

 

“Kami lakukan dan kami olah sampah agar tertata dengan rapih dan tidak kumuh lingkungan Pasir Putih,” tandasnya.

tempat selfi pengunjung

CSR Pertamina Cegah Abrasi

Iman Teguh, Penanggungjawab Sosial dan Lingkungan (TJSL) PHE ONWJ, mengatakan, TJSL dilakukan harus bermanfaat untuk masyarakat seperti memberikan efek perenoomian,kelestarian lingkungan dan berkelanjutan.

“Kami ingin ada efek domino yan besar untuk massyarakat,” kata dia, juga menyampaikan PHE ONWJ membantu potensi perekonomian dengan pembinaan UMKM, dari pembelajaran kemasan, pengelolaan keuangan hingga pemasaran.

“CSR PHE ONWJ kita salurkan untuk masyarakat. Selain di Pasir Putih, Ciparage dan titik lain pun sama kami berikan untuk masyarakat,” jelasnya.

Dampak Wisata Mangrove untuk Perekonomian

Tak disangka, dampak wisata mangrove untuk tingkat perekonomian masyarakat setempat begitu berpengaruh signifikan. Terhitung jalan pelintasan hingga ibu-ibu yang dibina oleh PHE ONWJ untuk pengembangan UMKM hasil dari mangrove.

UMKM dari karya ibu-ibu nelayan, telah mempunyai produk legal dan masuk terdaftar di Pemkab Karawang. Selain di jual di tempat wisata mangrove, juga telah di jual di outlet yang disediakan Pemkab Karawang.

Ketua UMKM Gapoktan Pantai Barokah, Iin Inani (41)

Ketua UMKM Gapoktan Pantai Barokah, Iin Inani (41), mempunyai usaha pempek rajungan, dari mulai jualan keliling sampai dibina PHE ONWJ lalu membuat kemasan dan bisa dijual di berbagai outlen. Kini menghasilan Iin meingkat dari sebelumnya. Produk Iin, disimpan di outlet oleh-oleh di tempat wisata hutan mangrove.

“Dulu jualan keliling penghasilan 200 ribu pagi sampai sore. Itu pun masih kotor belum potong ini dan itu nya. Sekarang tinggal nungguin HP. Ada yang pesan kita kirim. Penghasilan, Alhamdulillah bisa mencapai 2 juta rupiah per bulan sudah bersih,” katanya.

Lanjutnya, selain disimpan di tempat usaha jugSeluruh Kategoria ada di aplikasi, jualan online. “Berkat pembinaan ini, ada peningkatan pendapatan. Kita mah berterimakasih pada pertamina yang sudah membantu,” kata Iin.

Kehidupan Masyarakat Pasir Putih

Nelayan Pasir Putih

Masyarakat Pasir Putih mayoritas nelayan. Sungai yang menyambungkan ke laut itu menjadi tempat berkumpulnya perahu nelayan. Pengunjung yang hendak ke tempat wisata Mangrove yang di kelola akan melewati terlebih dahulu perahu-perahu Nelayan. Suasana masyarakat pun asri kehidupan pesisir yang beraktivitas khas. Tingkat perekonomian hasil laut dan alam, masyarakat manfaatkan untuk menyambung hidup. Adanya pembinaan pertamina membawa dampak positif untuk masyarakat pesisir Karawang.(rosman)

 

 

 

 

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

*

x

Check Also

KPU Pastikan Keamanan TPS  Hingga Proses Distribusi Logistik

Karawang – Pemerintah Daerah Karawang mengadakan Rapat Koordinasi Penyelenggaraan Pilkada ...