KARAWANG – Tim Ahli Cagar Budaya (TACB) Kabupaten Karawang menegaskan untuk bebatuan yang ditemukan di pinggir hutan kawasan hutan Pegunungan Sanggabuana merupakan sebuah fosil tanaman
Tim Ahli Cagar Budaya (TACB) Kabupaten Karawang menegaskan untuk bebatuan yang ditemukan di pinggir hutan kawasan hutan Pegunungan Sanggabuana merupakan sebuah fosil tanaman. Ketua TACB Karawang, Obar Subarja menyatakan fosil tersebut berasal dari tumbuhan. Ia menambahkan bebatuan ini dapat ditemukan akibat adanya proses mendering pada pola aliran sungai.
“Di daerah Desa Kutamaneh, Kecamatan Tegalwaru memang dari dulu sering ditemukan batu-batu fosil dari tumbuhan. Jadi yang ditemukan kemarin itu batu fosil dari tumbuhan. Melihat dari bentuknya batu ini ditemukan di sungai sekitar daerah. Sungai kalau di daerah hulu itu pola alirannya sering berubah, maka ketika hujan besar maka fosil ini sering berpindah tempat. Jadi ini bukan artefak, ini adalah bekas fosil tumbuhan,” ujarnya Selasa (6/8/2024).
Berdasarkan hasil penelitian, fosil ini terbentuk secara alami dengan rentan waktu pembentukan selama 10.000 tahun. Ia menjelaskan proses pembentukan fosil terjadk akibat adanya kadar oksigen yang tinggi. Selain itu, unsur tanah pun dapat menjadi salah satu terjadi adanya proses pengerasan organisme.
“Ini terbentuk secara alamiah, proses fosilisasi atau pengerasan organisme yang sudah mati membutuhkan waktu sekitar 10.000 tahun yang lalu tetapi tergantung juga pada kadar oksigen atau unsur tanah di daerah tersebut. Kami sudah melakukan penelitian, bebatuan itu sering dicari oleh pengrajin untuk dijadikan kerajinan bahkan kalau usianya lebih tua bisa dibuat menjadi batu cincin,” katanya.
Ia melanjutkan fosil dengan artefak mempunyai perbedaan, artefak merupakan peninggalan benda yang sudah digunakan oleh manusia. Obar menegaskan wilayah Selatan Kabupaten Karawang mempunyai potensi besar untuk ditemukan peninggalan prasejarah.
“Kalau artefak itu sudah digunakan oleh manusia tetapi ini tumbuhan masa lampau yang menjadi fosil karena terpendam di dalam tanah. Karena ada proses mendering di sungai maka ditemukan oleh masyarakat. Kami tidak melakukan penelitian lebih dalam. Melihat dari jenisnya itu dari tumbuhan khas yang ada di daerah pegunungan. Memang di sana ada potensi besar ditemukan fosil-fosil yang sama,” pungkasnya.(red/fj)