Eli Komalasari Sulap Olahan Pepaya Menjadi Abon

Olahan Abon

KARAWANG – Elis Komalasari warga Desa Sukaluyu, Kecamatan Telukjambe Timur berhasil menciptakan produk dari olahan pepaya yang dijadikan menjadi abon.

Terdapat pelaku UMKM yang menghasilkan produk abon pepaya di Desa Sukaluyu, Kecamatan Telukjambe Timur. Elis Komalasari, Pemilik Produk Abon Pepaya menyampaikan pembuatan produk tersebut berasal dari adanya perkataan dari orang lain terkait abon pepaya. Kemudian ia melakukan eksperimen pembuatan selama dua kali untuk membuat abon dari pepaya. Usaha ini telah ditekuni saat tahun 2023 lalu, namun hingga sekarang masih mengalami kesulitan dalam pemasaran produk.

“Saya ingin mencari usaha yang unik dan beda dari yang lain, saya ada ide mengolah pepaya. Idenya karena ada yang bilang abon pepaya, ini baru dari tahun 2023 kemarin. Pemasarannya masih susah sampai sekarang, saya juga masih baru bergabung di UMKM Naik Kelas,” ujarnya Selasa (4/6)

Ia menjelaskan langkah membuat produk tersebut, pertama mengupas pepaya muda yang akan diolah. Setelah itu pepaya akan diparut halus. Hasil parutan ini akan diberikan garam dan air untuk diperas mengeluarkan getah serta rasa pahit. Selanjutnya pepaya akan dicampur dengan tepung yang sudah di racik. Langkah berikutnya, pepaya yang telah di campur tepung akan di goreng hingga berwarna kuning ke emasan. Tahapan terakhir memasukkan pepaya ke dalam mesin spinner untuk dilakukan pengeringan minyak. Proses pembuatan membutuhkan waktu selama 2 jam.

“Pertama pepaya yang masih muda dikupas, kemudian di parut. Selanjutnya di tabur garam dan di peras supaya getah dan rasa pahitnya hilang sampai tidak ada air sama sekali. Lalu di campur dengan racikan tepung. Ini bisa tahun sampai 3 bulan. Saya membuat ini selama 2 jam, saya pakai 4 sampai 5 kilogram pepaya. Saya pakai spinner untuk menyaring minyak, saya tiga kali giling di spinner,” jelasnya

Produk tersebut di jual dengan harga 35 ribu untuk ukuran 300 gram dan ukuran 200 gram di jual dengan harga 26 ribu. Ia menginginkan adanya penjualan produk hingga dapat masuk ke dalam semua toko. Ia mengaku hingga sekarang masih terdapat sebagian besar orang yang berpikir produk tersebut hanya berupa tepung saja.

“Saya ingin menjual ke toko, tetapi untuk legalitasnya masih belum lengkap. Satu toples ukuran 300 gram saya jual 35 ribu dan untuk yang 200 gram saya jual 26 ribu. Ingin dibantu pemasarannya supaya masyarakat bisa tahu produk abon dari pepaya, karena masih banyak yang berpikir ini hanya tepung,” tambahnya

Diantika Permatasari Widagdho, Pendamping UMKM mengungkapkan ketika mendengar dan melihat adanya abon dari pepaya langsung dapat menarik perhatian untuk melakukan pembinaan dan pendampingan. Ia merasa olahan pepaya yang dijadikan sebagai abon menjadi hal yang unik.

“Saya dari mendengar dan melihat pertama kali itu sudah merasa unik dan ketika di coba rasanya enak. Di tengah-tengah pendampingan ini beliau pernah ingin berhenti untuk membuat produknya karena masih belum banyak orang yang tahu, tetapi justru ini menjadi keunikan. Dari situ saya tertarik berusaha menggali nilai dari abon pepaya ini supaya bisa menjadi khas yang di Karawang. Bahan bakunya juga tidak sulit di cari,” ungkapnya.

Ketika melakukan pendampingan, Diantika akan melakukan perubahan cara berpikir dari pelaku UMKM terlebih dahulu. Ketika telah memiliki cara berpikir yang berbeda, maka tahapan selanjutnya berupa menguatkan mental. Setelah itu, akan memasuki tahap pembelajaran terkait pemisahan pencatatan keuangan. Ia mempunyai harapan agar semua produk UMKM dari anggota UKM Naik Kelas dapat di ekspor.

“Pertama itu mindset dari pelaku usaha agar bisa menjadi naik kelas menjadi wirausahawan dan memiliki mental untuk bersaing. Selain itu pencatatan keuangan, mereka tidak memisah catatan keuangan antara pengeluaran usaha dengan pengeluaran pribadi. Mereka belum mencatat keuntungan yang di dapat, kita sarankan pencatatan untuk menggunakan digital. Lalu kemudian managemen usaha, mereka sudah membuat bisnis model canvas. Di akhir bulan nanti ada materi keuangan di Aula Unsika. Kalau untuk cita-cita kita ingin bisa sampai di ekspor, tetapi untuk mencapainya perlu tahapan yang masih panjang. Jadi kita naikkan dulu untuk menggali value, digital marketingnya di pakai, melengkapi legalitas. Untuk mengurus legalitas mereka bisa datang ke klinik UMKM di kantor dinas koperasi,” jelasnya

Kemudian ia menyampaikan untuk dapat menarik pembeli, maka perlu mempelajari penggunaan warna di kemasan. Diantika memaparkan untuk warna biru identik untuk makanan yang segar dan minuman. Selanjutnya untuk warna kuning dan merah dapat menimbulkan rasa lapar. Tidak hanya dua warna itu saja, adapula warna hijau yang dimanfaatkan untuk olahan produk herbal.

“Warna biru untuk makanan yang segar (bahan baku segar seperti seafood, ikan mentah) dan minuman. Kemudian untuk warna secara psikologi membuat rasa lapar timbul yakni warna kuning dan merah. Warna merah melambangkan rasa makanan yang pedas. Warna hijau untuk makanan alami seperti herbal, sayuran. Kita harus punya karakteristik yang kuat dengan menggunakan warna yang konsisten dan sesuai dengan produknya. Warna hitam dan pink cocok untuk kue agar menciptakan kesan elegan serta manis. Makanan manis identik dengan oerempuan jadi diberikan ada warna pink. Harus menyesuaikan segmentasi pasar,” terangnya.

Ia menegaskan ketika ingin memulai usaha awal, maka hal utama yang perlu dipikirkan berupa segmentasi dan sasaran konsumen. Kemudian memasuki tahap untuk mencari ide menciptakan produk unik.

“Jangan memikirkan produk terlebih dahulu namun memikirkan sasaran konsumen dan lokasi penjualan. Mereka biasanya asal membuat label produk, mengikuti percetakan bukan sesuai dengan karakteristik yang melekat di pemilik brand. Mereka biasanya berpikir produk yang akan di jual terlebih dahulu bukan segmentasi konsumen. Brand adalah sesuatu hal yang teringat di pikiran termasuk karakteristik rasa. Nama brand harus lebih besar daripada jenis produknya,” paparnya.

Ia memberikan pesan kepada semua pelaku UMKM agar tidak malas dan tidak malu untuk belajar. Saat ini perkembangan cara memasarkan produk telah mengalami perubahan. Diperlukan adanya sikap yang dapat menyesuaikan dan mengikuti perubahan zaman.

“Jangan malas dan jangan malu untuk belajar, jadi sebesar apapun usaha kita banyak hal yang mungkin terlewatkan. Perkembangan cara memasarkan sudah dinamis, zaman sekarang kita harus mengikuti kebiasaan hidup. Ketika kita membuat konten penjualan maka harus membuat konten yang menghibur. Pencatatan keuangan belum ada dan keuangan masih di campur dengan keuangan pribadi. Belum menghitung Harga Pokok Penjualan (HPP),” tutupnya.(red/fj)

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

*

x

Check Also

Bank bjb Tawarkan Peluang Investasi Melalui Surat Berharga Perpetual dengan Kupon yang Tinggi

JAKARTA – Dalam dunia investasi, terdapat berbagai peluang menarik untuk ...