KARAWANG – Seniman sinden asal Karawang yang berhasil mengharumkan nama Karawang hingga tingkat nasional telah meninggal dunia di usia 86 tahun. Waya Karmila, Kepala Bidang Budaya Dinas Pariwisata dan Kebudayaan Karawang menyampaikan telah memberikan bantuan kepada seniman tersebut. Bantuan ini berupa adanya pembangunan rumah layak huni. Meski begitu saat dilakukan survey, ditemukan kendala berupa tidak ada tanah di daerah sekitar.
“Secara umum kita memberikan bangunan kepada seniman terutama seniman yang melegenda dan telah memberikan sejarah yang mengharumkan nama Karawang salah satunya kepada Yoyoh Supriatin. Ketika zamannya bupati Cellica, ibu Yoyoh dijadikan wanita inspiratif dan akan diberikan rumah layak huni. Setelah itu ditelusuri tetapi tidak ada tanah, beliau tidak punya keluarga dan hanya hidup bersama dengan anak angkat,” ujarnya.
Akibat adanya kendala tersebut, maka hingga akhir usia seniman itu tidak mempunyai rumah. Ia menambahkan meski tidak mempunyai rumah, namun mendiang Yoyoh telah tinggal bersama dengan anak angkat. Ia mengaku Yoyoh tidak hidup secara terlantar.
“Ketika kita ingin membangunkan rumah layak huni tetapi tidak ada tanah, dan akhirnya diajak tinggal bersama dengan anak angkatnya. Sebelumnya dia hidup mengontrak dan tinggal sendiri. Tidak jadi dibangunkan karena kendala yang tadi, dia tidak terlantar hidupnya,” tambahnya.
Ia menilai, Yoyoh menjadi sinden yang unik. Hal itu disebabkan oleh kemampuan bermain alat musik kecapi dan bernyanyi dapat dilakukan secara sekaligus. Karya Yoyoh tidak hanya diakui di tingkat kabupaten saja, melainkan telah diakui hingga tingkat nasional.
“Beliau sinden yang unik karena kecapi tunggal, bermain alat musik dan menyanyi. Nama beliau harum di tahun 1980 an dan sudah mengharumkan nama baik Karawang. Lagu beliau di rekam dengan menggunakan kaset pita. Bukan hanya di Karawang tapi tingkat Jawa Barat dan nasional pun sudah mengetahui beliau,” imbuhnya.
Ia mengaku belum terdapat regenerasi yang multitalenta untuk sinden di Karawang. Sejauh ini sinden legendaris yang telah mempunyai karya hingga diakui di luar Karawang hanya tersisa satu orang.
“Belum ada regenerasi untuk sinden yang sekarang tetapi sudah banyak sinden di Karawang. Sinden legendaris di Karawang juga banyak. Sinden yang melegenda itu hampir 20 tetapi sudah ada yang meninggal dunia, sekarang yang masih hidup Ijah Khodijah,” lanjutnya.
Pelatihan sinden dilaksanakan di masing-masing sanggar. Ia mengaku jika untuk proses regenerasi sinden di Karawang masih banyak mengalami kendala. Hal itu diakibatkan oleh adanya seni modern yang telah masuk dan tidak ada sinden yang mempunyai multitalenta.
“Regenerasi sinden di Karawang itu masing-masing kemampuan sehingga ketika ada sesuatu yang gawat kita bisa tampilkan. Pelatihannya di sanggar masing-masing. Kendalanya banyak, diantaranya para sinden yang multitalenta tidak banyak, kedua seni tradisional berbeda dengan seni modern sedangkan sekarang sudah terkontaminasi dengan yang modern. Sekarang yang sudah jarang itu juru kawi wayang golek, harus mempunyai cengkok dan ciri khas yang berbeda dari seni yang lainnya,” terangnya.
Kendala lain yang terjadi yakni adanya perubahan profesi yang dimiliki oleh masing-masing sinden. Selain itu ia menerangkan untuk kendala selanjutnya yakni satu orang sinden tergabung dalam beberapa kelompok kesenian yang berbeda. Saat ini hanya terdapat sebanyak 30 orang sinden di Karawang dari berbagai tingkat.
“Kita sering berupaya melakukan meregenerasi, sekarang masyarakat sudah hampir kembali lagi ke tradisional. Contohnya ketika mengadakan pesta sudah menggunakan kesenian tradisional seperti topeng, wayang golek, jaipong. Kalau sinden di Karawang belum mendata secara pasti benar, sekarang sekitar 30 orang. Kendalanya kadang-kadang mereka berhenti menjadi sinden dan mencari pekerjaan lain. Kemudian sekarang sudah banyak sinden yang sama tergabung dalam beberapa kelompok,” jelasnya.
Nace Permana, Ketua Seniman Jawa Barat mengungkapkan untuk Yoyoh Supriatin belum mendapatkan respon dari pemerintah. Ia mengakui Yoyoh menjadi seniman asal Karawang yang multitalenta dan karya seniman itu masih dapat dinikmati hingga sekarang.
“Ibu Yoyoh adalah seniman Karawang yang multitalenta dan karya beliau sudah diakui di tingkat Jawa Barat dan nasional. Beberapa penghargaan dari pemerintah juga sudah di dapat. Di akhir hayatnya beliau kurang di respon dari pemerintah. Beberapa karyanya masih bisa di rasakan sampai saat ini,” ungkapnya.
Ia menegaskan untuk regenerasi sinden di Karawang memang masih minim. Bagi seseorang yang ingin menjadi sinden maka harus mempunyai bakat dalam bidang karawitan. Nace mengatakan diperlukan adanya peran aktif dari pemerintah Karawang untuk mengaktifkan sanggar-sanggar di Karawang.
“Untuk generasi sinden saat ini memang cukup minim, karena sinden bukan hanya seseorang yang ingin menjadi sinden saja tetapi juga harus dibekali dengan bakat. Sekolah di bidang seni karawitan nyaris tidak ada dan hanya ada di Bandung, itupun juga jarang peminatnya. Perlu dibangkitkan kembali sanggar-sanggar di Kabupaten Karawang dan harus dibekali dengan ilmu di bidang karawitan,” lanjutnya.
Meski begitu upaya telah dilakukan dengan cara memberikan pelatihan kepada generasi millenial dengan memanggil sinden profesional sebagai pengajar. Namun upaya tersebut belum menimbulkan dampak positif untuk regenerasi sinden di Karawang.
“Untuk sinden generasi millenial memang ada tetapi tidak banyak. Sangat dibutuhkan untuk meneruskan tradisi tersebut, kita sudah berupaya memberikan pencerahan dan memanggil beberapa anak muda untuk belajar sinden. Mereka menganggapnya sinden bukan menjadi pilihan hidup, tetapi harus sadar diri kalau ini terus dibiarkan resikonya tidak akan ada penerus ke depannya. Dulu uniknya senimannya multitalenta, jadi semua alat musik dan menyanyi bisa ditambah dengan tarian. Kalau saat ini hanya cukup menekuni satu bidang saja. Ini harus pemerintah daerah yang menyediakan fasilitas seperti gedung kesenian dan alat pelengkap sehingga bagi mereka yang mempunyai kemampuan sudah tersedia fasilitasnya,” tutupnya.(red/fj)