Peningkatan Capaian Keluarga Resiko Stunting Mendapatkan Pendampingan di Karawang

Karawang – Masih terdapat indikator yang capaiannya belum sesuai dengan target dari pemerintah pusat.

Siti Mardianti Pratiwi, Technical Asisten Stunting Dinas Pengendalian Penduduk Keluarga Berencana (DPPKB) Karawang menyampaikan masih terdapat sejumlah indikator yang belum mencapai target di Provinsi Jawa Barat. Salah satu indikator ini yakni capaian keluarga resiko stunting yang memperoleh pendampingan di Provinsi Jawa Barat masih berada di bawah angka 50 persen, target dari pemerintah pusat di angka 90 persen. Tidak hanya itu untuk capaian remaja putri yang mengkonsumsi tablet tambah darah pun masih rendah di Provinsi Jawa Barat.

“Rembug stunting kemarin itu bukan evaluasi atau penghargaan. Kemarin kita berdiskusi intervensi beberapa indikator yang ada di Peraturan Presiden Nomor 72 tahun 2021 tentang percepatan penurunan stunting yang belum dicapai oleh Provinsi Jawa Barat. Di dalam Perpres itu ada 64 indikator yang harus dicapai oleh masing-masing kabupaten atau kota di Jawa Barat, masih ada yang belum tercapai di Provinsi Jawa Barat. Contohnya capaian remaja putri yang mengkonsumsi tablet tambah darah itu masih rendah capaiannya dari target yang diberikan oleh nasional, lalu keluarga resiko stunting yang memperoleh pendampingan itu juga masih rendah di Jawa Barat masih di bawah 50 persen sedangkan capaian 2024 itu harus 90 persen,” ujarnya Rabu (27/2).

Meski begitu untuk indikator lainnya, di Kabupaten Karawang telah melampaui target. Indikator ini seperti keluarga yang mendapatkan KB pasca salin di tahun 2023 lalu lebih dari 72 persen. Ia mengatakan langkah yang dilakukan pemerintah Karawang dalam mencapai target nasional untuk indikator keluarga resiko stunting yang mendapatkan pendampingan berupa kerjasama dengan Kementrian Negeri Agama untuk dapat menggandeng KUA di setiap kecamatan. Ia memaparkan data jumlah calon pengantin yang telah diberikan pendampingan masih ada perbedaan cukup banyak dengan data dari Kementrian Negeri Agama.

“Di Karawang ada beberapa indikator yang belum tercapai. Kami di DPPKB ada keluarga yang memperoleh KB Pasca salin sudah mencapai target nasional 70 persen, di Karawang sudah lebih dari 72 persen. Karawang yang belum masih mencapai target itu keluarga resiko stunting yang mendapatkan pendampingan, kita akan optimalkan dengan menggaet KUA karena dari kegiatan pendampingan kita itu ada sasaran calon pengantin yang harus di dampingi. Presentasi kita dengan presentasi jumlah catin yang ada di Kemenag pun jauh hampir 1 banding 3. Contoh calon pengantin yang didampingi oleh TPK itu baru 200 sedangkan yang sudah mendaftar di Kemenag ada 600,” tambahnya.

Di tahun 2023 hanya ada sebanyak 26,26 persen keluarga resiko stunting yang mendapatkan pendampingan. Langkah lain untuk peningkatan target yakni dengan dibuatkan SOP untuk pendampingan. Ia menjelaskan SOP tersebut wajib untuk diterapkan di semua kecamatan.

“Di tahun 2024 ini kita optimalkan dengan kerjasama dengan KUA di masing-masing kecamatan supaya semua calon pengantin yang mendaftar di mereka bisa kita dampingi. Kalau data di saya dari 90 persen target baru ada 26,26 persen. Ini menjadi evaluasi kita dengan adanya TPK 5.637 tapi belum optimal karena capaian 2023 masih ada sekitar 60 persen yang belum tercapai. TPK 2024 akan ada SOP yang jelas ketika pendampingan dan bisa diterapkan di semua kecamatan. Mudah-mudahan ketua TPPS di kecamatan supaya lebih konsen terhadap keluarga yang kita dampingi,” imbuhnya.

Ditemukan kendala ketika di lapangan seperti calon pengantin yang langsung melakukan pendaftaran ke Amil. Selanjutnya Amil tidak melakukan pelaporan jumlah catin yang mendaftar kepada Satpel KB dan puskesmas. Tidak hanya itu ada juga Amil yang mengatakan pelaporan tersebut merupakan sebuah hal yang menyulitkan.

“Kendalanya seperti catin rata-rata daftarnya ke Amil, sedangkan SK nya dari kepala desa, kita juga sempat monitoring juga ke beberapa kecamatan TPPS ternyata ada di salah satu kecamatan yang Amil nya sudah diberikan sosialisasi dari pihak kecamatan. Pada saat calon pengantin tolong di informasikan kepada Satpel KB, puskesmas supaya kita bisa dampingi dan masukkan ke dalam pendataan. Ternyata ada beberapa oknum Amil yang justru mengatakan ribet dan langsung di proses sendiri oleh Amil,” lanjutnya.

Kendala lainnya yakni tidak adanya pemeriksaan dari tenaga kesehatan kepada calon pengantin. Alur pendampingan dimulai dari pemberian Komunikasi Informasi Edukasi (KIE) dari Satpel KB kemudian Satpel akan membawa kepada tenaga kesehatan untuk dilakukan pemeriksaan. Ia melanjutkan kendala selanjutnya terdapat di mendapatkan data dari kecamatan mengalami kesusahan. Meski begitu kader langsung mencari cara lain dengan mencari data dari RT dan RW.

“Ketika calon pengantin tidak diperiksa secara awal, akan menyebabkan stunting dan menimbulkan dampak yang lebih besar. Kader TPK itu ada 3 unsur, Kader KB, Kader PKK, tenaga kesehatan. Kader itu kadang mengambil alih tupoksi tenaga kesehatan, misalkan kita berikan KIE dulu baru kita serahkan ke bidan untuk pemeriksaan itu tidak berjalan dengan idealnya. Seharusnya pendampingan itu tidak hanya sampai KIE saja, lalu kita juga kesusahan mendapatkan beberapa data di kecamatan sampai kader yang aktif dengan sistem jemput bola dengan mencari data ke RT dan RW,” pungkasnya.(red/fj)

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

*

x

Check Also

KPU Pastikan Keamanan TPS  Hingga Proses Distribusi Logistik

Karawang – Pemerintah Daerah Karawang mengadakan Rapat Koordinasi Penyelenggaraan Pilkada ...