Faktajabar.co.id – Pemerintah mengeluarkan kebijakan Ekspor Pasir Laut yang tertuang dalam Peraturan Pemerintah Nomor 26 Tahun 2023 tentang Pengelolaan Hasil Sedimentasi di Laut, setelah 20 tahun lamanya dihentikan.
Menurut Muslim Hafidz, Ketua Serikat Nelayan Nahdlatul Ulama (SNNU) Jawa Barat ketika dihubungi via telepon, mengatakan pembukaan ekspor pasir laut akan membawa imbas negatif terhadap lingkungan pesisir.
“Penjualan Pasir laut akan mengganggu kehidupan masyarakat pesisir yang menggantungkan hidup mereka pada laut. Kemudian untuk jangka panjang, kebijakan tersebut juga berpotensi mempercepat dampak bencana iklim,” katanya.
Lebih lanjut ia mengatakan, Presiden Jokowi baiknya mencabut kembali PP nomor 26 Tahun 2023, dan meminta komisi IV DPR-RI untuk memanggil Menteri Perikanan dan Kelautan untuk dimintai klarifikasi.
Muslim Hafidz mengakhiri pembicaraannya, menyebutkan inget batas wilayah laut Indonesia dan Singapura belum selesai dan berdasarkan informasi yang terpercaya cadangan pasir laut Singapore mulai kosong.
Pada 2002 pemerintah melarang ekspor pasir laut lewat Surat Keputusan Bersama (SKB) antara Menteri Perindustrian dan Perdagangan, Menteri Kelautan dan Perikanan dan Menteri Negara Lingkungan Hidup Nomor 89/MPP/Kep/2/2002, Nomor SKB.07/MEN/2/2002, dan Nomor 01/MENLH/2/2002 tentang Penghentian Sementara Ekspor Pasir Laut.
Dalam SK itu disebutkan alasan pelarangan Ekspor untuk mencegah kerusakan lingkungan berupa tenggelamnya pulau-pulau kecil. Saat itu, sejumlah pulau kecil di sekitar daerah terluar dari batas wilayah Indonesia di Kepulauan Riau tenggelam akibat penambangan pasir.
“Alasan lainnya, yaitu belum diselesaikannya batas wilayah laut antara Indonesia dan Singapura. Sementara proyek reklamasi di Singapura yang mendapatkan bahan bakunya dari pasir laut perairan Riau pun dikhawatirkan mempengaruhi batas wilayah antara kedua negara,” pungkasnya.(red)