Kurangnya Literasi Pendidikan Bagi Penyandang Tunarungu

Fika, Ketua Komunitas Gerakan Untuk Kesejahteraan Tunarungu Indonesia

Karawang – Kurangnya literasi pendidikan dan akses informasi edukasi bagi penyandang tunarungu yang berakibat pada kemampuan

Komunitas Gerakan Untuk Kesejahteraan Tunarungu Indonesia (Gerkatin) Kabupaten Karawang telah berdiri sejak tahun 2013. Komunitas tersebut sebagai wadah bagi penyandang disabilitas tunarungu untuk berkarya. Fika, Ketua Komunitas melalui Inten, Pendamping Komunitas memaparkan kegiatan komunitas berupa memberikan edukasi kepada masyarakat tentang bahasa isyarat. Kemudian menyediakan penerjemah bahasa isyarat di beberapa instansi pemerintah.

“Sudah dari tahun 2013 dan sekarang sudah 3 kepemimpinan. Kegiatan mereka sekarang banyak mengedukasi masyarakat tentang bahasa isyarat, bekerjasama juga dengan instansi untuk menyediakan penerjemah bahasa isyarat,” ujarnya pada Sabtu (4/3).

Ia mengakui sejauh ini pemerintah daerah belum menyediakan kelas khusus untuk belajar rutin tentang bahasa isyarat. Bahasa isyarat yang telah di berikan hanya sebatas perkenalan dan alfabet saja. Media yang digunakan saat pembelajaran hanya berupa gambar dan ditemani oleh pendamping. Ia mengutarakan pembelajaran bagi masyarakat dilakukan pada setiap Minggu pagi.

“Selama ini belum ada instansi yang secara rutin mau belajar tentang bahasa isyarat dan belum ada kelas khusus. Kemarin terakhir ada rencana dari RSUD tapi belum terealisasi juga,” tambahnya.

Ia melanjutkan teman-teman komunitas telah mendapatkan pelatihan dari pihak dinas sosial. Ia menuturkan kesempatan bekerja bagi penyandang tunarungu hingga saat ini masih sedikit. Selain itu bidang pekerjaan pun hanya tenaga saja. Hal ini dikarenakan literasi pendidikan bagi tuli di Indonesia saat ini masih rendah. Ia memberikan contoh dengan adanya pemberian informasi yang masih menggunakan suara belum dengan bahasa isyarat. Kemudian untuk pemunculan penerjemah di televisi pun masih kecil.

“Pernah ada pelatihan dari dinas sosial kadang setahun sekali atau dua kali, setelah dari pelatihan diberi peralatan juga tapi tidak semuanya. Ada yang bekerja di retail, kolam renang dan hanya mengandalkan fisik saja selebihnya kerja serabutan. Mereka itu literasi tuli di Indonesia mayoritas masih rendah karena mereka tidak mendapatkan informasi setara dengan teman dengar dan akses informasi sekarang masih kebanyakan mendengar,” pungkasnya.(red)

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

*

x

Check Also

Bank bjb Tawarkan Peluang Investasi Melalui Surat Berharga Perpetual dengan Kupon yang Tinggi

JAKARTA – Dalam dunia investasi, terdapat berbagai peluang menarik untuk ...