Oleh : Ikhsan Saepul Anwar
Diskursus jilbab nampaknya tidak hanya menjadi dinamika peradaban, namun menjadi simbol kebaikan dan ketaatan terhadap sebuah keyakinan. Seperti keterangan di atas jilbab adalah suatu fenomena yang telah berlangsung dari sekian lama. Bahkan ada yang mengatakan bahwa berjilbab telah berlangsung dari masa Ibrani.
Belakangan ini pro-kontra seputar pemakaian jilbab kembali mencuat. Sebenarnya perdebatan mengenai jilbab bukan hanya ada dalam Islam, akan tetapi sudah ada jauh sebelum Islam datang. Jilbab bukan lagi fenomena kelompok sosial tertentu, tapi juga menjadi fenomena seluruh masyarakat.
Persoalan jilbab sampai sekarang masih di perdebatkan. Berbagai macam argumen dikeluarkan untuk mendukung berbagai kontroversi pandangan tentang jilbab. Ada yang berpendapat bahwa jilbab merupakan suatu yang wajib bagi kaum muslimat yang sudah baligh, apabila tidak, dia telah melanggar hukum Allah. Ada pula yang berpendapat bahwa jilbab itu hanya produk dari budaya. Oleh karena itu, masalah jilbab ini tidak memiliki konsekuensi iman-kafir, selama dasarnya tetap kesopanan dan kehormatan. Berikut merupakan pandangan tentang nilai jilab:
Nilai Jilbab Sebagai Sebuah Kewajiban
Dalam hal jilbab menurut sebagain ulama, perempuan wajib menutup seluruh bagian tubuhnya kecuali muka dan telapak tangan. Imam Abu Hanifah berpendapat bahwa bagian muka, kedua telapak tangan dan kedua telapak kaki tidaklah termasuk kategori yang harus ditutupi. Imam Syafi‟i berpendapat bahwa perempuan wajib menutup seluruh tubuhnya, kecuali kedua telapak tangan dan bagian muka, yang menurutnya tidak termasuk kategori aurat.
Senada dengan Imam Syafi‟i, Imam Malik juga berpendapat bahwa muka dan telapak tangan tidak termasuk aurat sehingga boleh dinampakkan. Sementara mahzab Hambali berpendapat bahwa aurat perempuan adalah seluruh bagian tubuh tanpa terkecuali. Hal ini di dasarkan pada Al-Quran dan Hadis sebagai sumber hukum Islam.
Ayat yang dijadikan dasar untuk berjilbab adalah Surat Al-Ahzab (33): 59. Yang artinya, “Hai Nabi, Katakanlah kepada isteri-isterimu, anak-anak perempuanmu dan isteri-isteri orang mukmin: Hendaklah mereka mengulurkan jilbabnya ke seluruh tubuh mereka”. yang demikian itu supaya mereka lebih mudah untuk dikenal, karena itu mereka tidak di ganggu. dan Allah adalah Maha Pengampun lagi Maha Penyayang”.
Ayat tersebut diturunkan kepada Rasullullah yang menurut riwayatnya ayat ini diturunkan karena adanya kejadian dimana perempuan mukminat keluar pada malam hari untuk buang hajat. Di tengah perjalanan ia di ganggu oleh orang munafik, ini terjadi karena mereka tidak bisa membedakan mana perempuan merdeka mana perempuan budak karena adanya kesamaan pakaian. Sehingga mereka (kaum munafik) bila melihat perempuan memakai penutup kepala, mereka akan membiarkan mereka karena menganggap perempuan merdeka. Namun jika perempuan tidak memakai penutup kepala mereka akan mengganggunya karena menganggap mereka adalah budak.(*)