Kakaren Lebaran Dalam Bingkai Social Sensitivity

Dr. Solehudin, S.Kom., MM

Oleh : Dr. Solehudin, S.Kom., MM
Dosen Prodi Magister Manajemen
Fakultas Ekonomi Universitas Singaperbangsa Karawang

Jenis makanan/masakan yang khas dan beraneka ragam menjadi sebuah ciri setiap bangsa di muka bumi ini. Keanekaragaman masakan tradisional setiap suku bangsa menjadi keunikan lokal dan kekayaan budaya masyarakatnya. Masakan yang diolah dan disajikan saat lebaran berbagai macam ragamnya. Masakan itu hampir sama di setiap daerah kota/kabupaten di Jawa Barat. Perbedaanya hanya pada istilah atau penamaanya.

Kakarén adalah sésa-sésa kadaharan urut hajat, sidekah (makanan yang tersisa sehabis hajatan, sedekah (Danadibrata, 2006:308). Masakan tersebut tidak habis pada saat lebaran, namun masih tersisa cukup banyak dan tidak dibuang, namun dihangatkan lagi. Makanan sisa tersebut dinamakan kakarén.

Banyak istilah untuk masakan yang dihangatkan itu. Masyarakat di Tatar Sunda ada yang menyebutnya, Bacetrok atau bebecek dikenal di masyarakat daerah Subang, Bekasi, Cimahi, Karawang:
Balakatineung dikenal di masyarakat Bandung dan Majalengka,
Bebenyé dikenal masyarakat di Ciwidey;
Bebeyé dikenal di masyarakat Ciparay, Cikalong, Nagrak, Sukabumi, Purwakarta;
Beleketek atau beleketrek dikenal di masyarakat Jampang dan Ujungberung;
Boléndrang dikenal di masyarakat Tasikmalaya, Bolokotok dikenal di masyarakat Ciamis dan Sumedang;
Cipuk dikenal di masyarakat Majalaya;
Dongdo dikenal di masyarakat Ciamis,
Goléndrang dikenal di masyarakat Garut.
Barian dikenal di masyarakat Cirebon.

Kebiasaan memanaskan kembali masakan sisa lebaran itu hampir sama dilakukan di setiap daerah di Jawa Barat. Terutama di daerah saya di Kampung Sakurip Desa Tanjung Kecamatan Cipunaga Kabupaten Subang Jawa Barat. Yang berbeda adalah variasi masakannya dan istilahnya. Kegiatan memasak kembali makanan atau mendaur ulang makanan sisa lebaran tersebut telah banyak dilakukan ibu-ibu secara turun temurun. Mungkin tidak hanya di tatar Sunda atau di Jawa Barat, bisa jadi di daerah-daerah lainnya juga melakukan hal yang sama. Kebiasaan tersebut telah membudaya. Dari kegiatan tersebut menghasilkan berbagai macam istilah dengan objek yang sama.

Kakaren di tempat kami yaitu makanan yang dikumpulkan hasil kiriman dari tetangga dan sodara. Karena tradisi berbagi makanan sudah diwariskan turun temurun dari nenek moyang sampai saat ini, berbagi/berkirim makanan biasanya dilaksanakan pada bulan ramadhan mulai pada 15 hari ramadhan sampai malam takbiran yang disebut dengan istilah “nganteuran/anjangan” (berkirim makanan). Dimana masakan yang dikirim seperti nasi, sayur ayam/daging, tumis kacang/buncis/kacang/cabe/bihun, sayur kentang/kol/wortel dll,
Berbagi/berkirim makanan adalah salah satu bentuk kepedulian sosial terhadap sesama, hampir disetiap rumah menjelang akhir bulan ramadhan selalu masak besar dan kemudian dibagikan ketetangga dan sodara.

Akan tetapi lebaran kali ini terasa ada yang hilang, semenjak indonesia dilanda wabah Covid-19 keberadaan kakaren sekarang sudah semakin langka. History kakaren syarat akan makna yang luar biasa. Semoga ketiadaan kakaren pada lebaran kali ini tidak menghilangkan konsep berbagi, saling mengasihi, mengikis egosentris personal.(*)

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

*

x

Check Also

Blusukan ke Tempat Bencana Alam di Tegalwaru, Bunda Wardah Salurkan Bantuan untuk Masyarakat

Karawang – Bencana alam menimpa masyarakat di Karawang. Tepatnya di ...