Karawang – Matanya sembab. Pandanganya nanar menyapu sekitar. Sore itu, seorang ibu duduk pasrah bersandar pada lemari. Kedua tanganya memeluk figura foto seorang anak laki laki tampan berbaju koko dengan peci hitam di kepalanya. Sesekali ibu itu terisak menyebut nama sang anak: “Zaki” sembari terbata.
Ibu itu duduk tak sendiri, disampingnya ada Bupati Karawang dr. Hj. Cellica Nurrachadiana bersama Kapolres dan Dandim 0604. Ketiganya tampak hening, sesekali mengusap air mata seperti larut dalam duka mendalam yang dirasakan ibu almarhum Zaki. Bupati pun berkali kali berusaha menenangkan. Perasaanya seperti ikut hancur seolah mengerti bagaimana rasanya kehilangan buah hati tercinta.
Rizaki Reahan Bakri (11) adalah salah satu santri hafidz qur’an yang menjadi korban dalam peristiwa kebakaran Pondok Pesantren Miftahul Khoirot di Desa Manggungjaya Kecamatan Cilamaya Kulon Senin (21/2/2022) kemarin.
Zaki merupakan anak terakhir dari lima bersaudara putra pasangan Bakri dan Rani yang tinggal di Perumahan Palumbon Tessa, Palumbonsari Kecamatan Karawang Timur. Bupati Cellica didampingi Kapolres dan Dandim 0604 berkesempatan menjenguk kedua orang tua almarhum Zaki sekaligus menyampaikan duka cita dan memberikan bantuan.
Bakri ayahanda Zaki bercerita jika almarhum sudah genap 4 tahun mengenyam pendidikan di Ponpes. Keputusanya menjadi santri bukan atas dasar desakan kedua orang tuanya, melainkan dari keinginanya sendiri.
“Ya Zaki memang mau sendiri. Pengen mondok katanya biar jadi anak soleh. Biar bisa bawa orang tua ke Surga,” ucap Bakri menirukan ucapan almarhum kala itu.
Masih cerita Bakri, ia mendengar kabar kejadian terbakarnya Ponpes Miftahul Khoirot ketika dirinya tengah berada di Jakarta. Ia mengaku sempat kaget dan langsung menyuruh kakak tertua Zaki menuju lokasi pondok sekadar memastikan bagaimana kondisi Zaki.
“Tapi kata orang pondok kalau tidak ketemu di area pondok. Keluarga diminta untuk datang ke RSUD. Hanya saja, orang pondok tidak mengatakan Zaki meninggal. Katanya Zaki hanya luka bakar saja,” terangnya.
Ia juga mengaku tidak punya firasat apapun mengenai kepergian Zaki. Namun, menurut cerita anak ke-empatnya, yakni teteh Zaki, beberapa hari sebelum kejadian itu, Zaki sering merengek minta uang jajan.
“Jadi anak saya yang mondok di Ponpes itu ada 2, yakni Zaki dan tetehnya. Nah katanya si Zaki ini kok tumben sering minta uang jajan. Zaki bilang katanya untuk yang terakhir kali saja. Besok tidak minta lagi,” katanya.
Ia menyatakan keluarga telah ikhlas menerima peristiwa yang menimpa Zaki. Semua yang terjadi ia percaya karena takdir Allah SWT. Ada satu hal yang membuatnya terharu sekaligus merinding, yaitu disaat memandikan jenazah Zaki, tidak ada bau menyengat layaknya tubuh orang terbakar.
“Saya sama kakaknya sempat memandikan jenazah Zaki. Selasa pagi kami makamkan, tapi malam harinya di dalam rumah kami ada bau wangi banget. Padahal tidak ada yang menaruh bunga,” pungkasnya. (pnj/red)