Karawang – Memainkan kuas, menyemprotkan cat ke tiang pancang, lalu guratannya tampak mencipta sebuah karya seni rupa, berupa gambar penuh arti. Itulah yang dilakukan 35 muralis saat mengikuti ajang kompetisi mural Komite Nasional Pemuda Indonesia (KNPI) Karawang, di tengah isu penghapusan mural yang tengah mencuat.
Ketua DPD KNPI Karawang, Guntar Mahardika menuturkan, kegiatan kompetisi mural ini merupakan upaya mewadahi para Muralis untuk bisa berkarya, dan bersilaturahmi di tengah isu penghapusan mural yang tengah mencuat.
“Kompetisi ini dibuat untuk memberikan ruang silaturahmi, dan wadah berkarya seni, juga dalam rangka memberikan dorongan motivasi kepada Muralis agar tetap berkarya, dan jangan takut atas kejadian-kejadian yang tengah marak soal penghapusan mural,” kata Guntar saat diwawancarai di Gedung Juang KNPI Karawang, Minggu (29/8/2021).
Lanjutnya, 35 Muralis ini bukan hanya dari Karawang, melainkan dari berbagai daerah.
“Kompetisi mural ini direspon baik oleh Muralis bukan hanya di Karawang, peserta bahkan datang dari Yogyakarta, Magelang, Indramayu, Bekasi, dan Jakarta Selatan,” ungkapnya.
Sementara itu, untuk kriteria kompetisi, ada 4 indikator yang akan dinilai oleh dewan juri.
“Dinilai bagaimana komposisi warna, matra, kesesuaian gambar terhadap tema kompetisinya yakni pemuda juara di tanah pangkal perjuangan, dan objek gambar,” jelasnya.
Sementara itu, salah satu Muralis, Subki dari Magelang mengakui sudah sering mengikuti kompetisi di berbagai daerah, dan kompetisi juga, sebagai ajang silaturahmi sesama seniman mural.
“Sebelumnya pekan kemarin di Tangerang ada Mural juga, terus ada informasi dari teman ada di Karawang, jadi sekalian ke sini, terus saya juga bukan hanya untuk berkompetisi tapi juga sembari silaturahmi dengan teman-teman dari Karawang,” katanya.
Soal penghapusan Mural, kata dia, tidak masalah dilakukan selama memang dirasa Mural itu ada unsur penghinaan, tetapi kalau sekadar Mural ungkapan dihapus, hal tersebut dirasa olehnya terlalu berlebihan.
“Mural yang dihapus seperti 404 Not Found kalau saya sepakat saja, karena jelas ada unsur penghinaan, terhadap simbol negara, kan itu wajah presiden, namun kalau Mural seperti kata-kata atau ungkapan curhatan seperti Tuhan Saya Lapar, sebenarnya terlalu berlebihan kalau sampai dihapus, karena itu kan ekspresi seniman yang notabene rakyat juga, apalagi di negeri yang menjunjung demokrasi ini, menurut saya,” tuturnya.
Ia juga berharap di tengah pandemi ini, para seniman bisa diperhatikan dari ekspresi seninya, dengan memberikan kesempatan berkarya di ruang-ruang publik.
“Saya berharap tidak ada lagi stigma negatif bagi para Mural, dan tentunya bisa memberikan kebebasan dalam berekspresi di ruang-ruang publik,” tandasnya.(red)