Karawang – Bara Rimba SMKN Rengasdengklok melakukan penyusuran 52 sungai di Karawang. Hal tersebut dalam rangka ulang tahun ke 8 tahun Bara Rimba.
“Kami melakukan indentifikasi kesehatan habitat serta kualitas air sungai menggunakan metode biotilik yang mudah dan murah,” kata Mahesa selaku manajer kegiatan.
Ia mengatakan, biotilik sendiri merupakan metode identifikasi kesehatan sungai berdasarkan serangga air, kepiting, udang, siput dan cacing. Jadi semakin banyak serangga air ditemukan dibadan sungai serta habitat serangga airnya baik, maka sungai tersebut dapat dikategorikan tidak tercemar.
Mahesa bersama teman-temannya yang juga siswa SMKN Rengasdengklok melaksanakan kegiatan ini selama 267 hari dimulai dari November 2019.
Kegiatan identifikasi ini diberi nama Dragonfly Expedition, dengan alasan larva atau nimfa capung salah satu indikator kesehatan sungai.
“Selama 267 hari ekspedisi, kami menemukan 5 famili nimfa capung dari 47 serangga air di 83 titik sampel yang ada di 52 sungai,” katanya.
Famili Coenagrionidae atau nimfa capung jarum paling banyak ditemukan, yaitu ada di 18 sungai. Ekspedisi ini sendiri dibagi dalam 5 wilayah sungai, yaitu wilayah utara, timur, tengah, selatan dan Cibeet Citarum. Wilayah utara memiliki 16 sungai, wilayah timur 8 sungai, wilayah tengah 12 sungai, wilayah selatan dengan 14 sungai, dan terakhir adalah Sungai Cibeet serta Citarum.
Secara jumlah sungai yang ada di wilayah utara paling banyak tercemar berat dengan 14 sungai. Namun secara rata-rata, sungai di wilayah timur tercemar berat semuanya. Dan sungai di wilayah selatan hanya ada 3 sungai yang teridentifikasi tercemar berat dari total 14 sungai.
“Total ada 36 sungai yang tercemar berat di Karawang, mulai dari Sungai Bungin di utara hingga Sungai Cidoro di selatan” ungkap Mahesa. Masalah dari pencemaran sungai ini beragam, mulai dari limbah domestik, IPAL Industri, pupuk kimia pertanian hingga ke alih fungsi lahan. Sungai Citarum sendiri merupakan salah satu sungai yang keaneka ragaman serangga airnya paling sedikit, yaitu hanya 2 famili. Hanya ada famili Gerridae dan Mesovellidae yang ditemukan di Sungai Citarum.
Walaupun begitu banyaknya sungai yang tercemar di Kabupaten Karawang, ada beberapa serangga air unik yang masih ada di Karawang. Seperti larva dari famili Lampyridae atau kunang-kunang yang masih ditemuka di Sungai Cikatulampa. Selain itu di Sungai Cigeuntis di temukan nimfa capung dari famili Chlorocyphidae yang menyukai habitat hutan. Sungai-sungai yang ada di selatan Karawang teridentifikasi ada 40 jenis serangga air dengan 6 jenis diantaranya adalah nimfa capung. Karawang selatan dengan 3 sungai utamanya, yaitu Cicangor, Cigeuntis dan Ciomas merupakan sungai dengan keanekaragaman serangga air paling banyak.
Beberapa sungai juga memiliki habitat yang tidak sehat, seperti Kalen Langen di timur dan Cibaregbeg di tengah. Total ada 7 sungai yang memiliki habitat tidak sehat, 30 sungai dengan habitat kurang sehat, dan 15 sungai habitatnya sehat. Kesehatan habitat ini berbanding terbalik dengan banyaknya sungai yang tercemar berat. Artinya kualitas air yang ada di sungai-sungai Karawang sudah menurun karena bahan pencemar, sehingga membunuh serangga air yang sensitif terhadap pencemaran air.
Dr. Daru Setyo Rini, S.Si., M.Si. atau biasa disapa Mbak Daru yang aktif sebagai peneliti senior di ECOTON (Ecological Observation and Wetlands Conservation) menjelaskan pentingnya serangga air.
“Serangga air sangat penting karena fungsinya sebagai herbivora” kata Mbak Daru.
Jika serangga air tidak ada maka sumber pakan alami sungai akan hilang, sehingga ekosistem sungai terganggu.
“Bisa menyebabkan kepunahan spesies ikan dan satwa liar endemik sungai,” katanya.
Wakil Kepala Sekolah (Wakasek) Kesiswaan SMKN Rengasdengklok H. Idiyana mengapresiasi baik kegiatan yang dilaksanakan. Kegiatan ini juga menggunakan protokol kesehatan karena dilaksanakan saat pandemi.
“Hal posistif yang harus dipertahankan, karena bagian dari bentuk kepedulian sejak dini terhadap pelestarian lingkungan,” pungkasnya.(red)