KARAWANG – Di tengah pandemi, ekonomi makin sulit. Kondisi ini memungkinkan terjadi pertengkaran di rumah tangga, atau yang paling parah memicu KDRT (Kekerasan Dalam Rumah Tangga).
Anggota DPRD Karawang, Indriyani, MH meminta para ibu rumah tangga sebagai istri sholehah harus bisa menerima situasi sepahit apapun dengan keluarga.
“Karena kalian tidak sendirian semua terkena dampak. Baik itu yang berpenghasilan rendah sampai yang mungkin di awal tahun masih posisi penghasilan tinggi. Saya paham dan hapal bagaimana risiko dapur meningkat apalagi di saat bulan Ramadan dan anak-anak semua berada di rumah,” katanya.
Meski data Dinas Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak Kabupaten Karawang, terjadi penurunan angka KDRT selama pandemi, hal itu belum bisa dijadikan patokan. Sebab menurut Indri, selalu ada perbedaan data antara dinas dan Unit PPA (Perlindungan Perempuan dan Anak) di Polres Karawang.
Selisih data ini terjadi lantaran ada kasus kekerasan terhadap perempuan dan anak yang langsung melapor ke polisi tanpa mendapat penanganan dari dinas.
“Ini ujian bersama. Berikan ketenangan kepada suami atau imam kita agar tetap bisa bergandeng tangan,” kata Indri.
Masih banyak hal yang bisa dilakukan di rumah. “Pepatah home sweet home, pulanglah ke rumah, rumah payung ternyaman. Rumahku surgaku saat ini sangat terasa ketika ayah ibu mendampingi anak-anak belajar, beribadah bersama, bermain gadget dan mengerjakan hal-hal lain yang biasanya jarang kita lakukan.”
Sementara itu, selama pandemi Corona, jumlah kekerasan dalam rumah tangga (KDRT) di Karawang terpantau menurun. Padahal, berdasarkan data yang dirilis LBH (Lembaga Bantuan Hukum) Apik (Asosiasi Perempuan Indonesia untuk Keadilan), jumlah KDRT secara nasional selama pandemi naik sampai tiga kali lipat.
Sekretaris Dinas Pemberdayaan Perlindungan Perempuan dan Anak, Amid Mulyana mengatakan, terhitung dari Januari sampai April, tercatat 13 KDRT di Karawang.
“Januari ada lima kasus, Februari dua kasus, Maret satu kasus, dan April lima kasus,” kata Amid ketika dikonfirmasi.
Selama Januari sampai April, kasus kekerasan seksual masih mendominasi dengan total 12 kasus.
Secara umum, bulan Januari, dinasnya menerima total 12 kasus kekerasan terhadap perempuan dan anak.
Dengan rincian tiga kekerasan fisik, satu kekerasan psikis, empat kekerasan seksual, dan empat kasus lain-lain.
Bulan Februari, angka kekerasan turun jadi empat kasus. Dengan rincian dua kekerasan fisik, satu perdagangan orang, dan satu kekerasan lainnya.
“Di bulan Maret, tercatat delapan kasus. Meliputi satu kasus kekerasan fisik, dua kekerasan psikis, empat kekerasan seksual, dan satu kekerasan lainnya,” sambung Amid.
Bulan April, terjadi lonjakan sebanyak sembilan kasus. Kekerasan fisik tiga kasus, kekerasan seksual empat kasus, penelantaran orang satu kasus, dan lain-lain satu kasus.(cim)