KARAWANG – Sikap Kepala Dinas Pekerjaan Umum dan Penataan Ruang (PUPR), Dedi Ahdiat yang terkesan ekslusif dan sulit di temui oleh awak media mendapat respon yang beragam dari masyarakat. Tak terkecuali, pernyataan dari Tokoh Pemerhati Politik dan Pemerintahan Kabupaten Karawang, H. Asep Agustian, SH. MH. atau yang lebih populer disapa Asep Kuncir (Askun).
Seperti diketahui, Askun jika sudah menyampaikan statement dan mengkritisi sesuatu hal, tidak terhenti di satu langkah. Benar saja, untuk kesekian kalinya Askun mengatakan, bahwa Kadis PUPR ini memang benar-benar ekslusif. Padahal kepentingan awak media menemui Dedi Ahdiat selaku Kepala Organiasi Perangkat Daerah (OPD) semata-mata untuk kepentingan pemberitaan.
“Namun yang menarik bagi Saya, setelah dua kali Saya mengeluarkan statement di media, banyak orang yang mendadak jadi pahlawan kesiangan di hadapan Kadis PUPR yang super hebat itu. Segala ada yang ngomong kalau Saya ini bisa ditaklukan dengan cara dinasehati. Kadang Saya meras lucu, hebat amat itu orang yang jadi pahlawan kesiangan bisa menaklukan Saya. Bagi Saya tidak ada urusan, mau ada siapa pun dibelakang Kadis PUPR Karawang, Saya tidak akan mundur satu jengkal pun,” ujar Askun kepada Fakta Jabar, Kamis (13/2).
Askun menambahkan, selama ini ia tidak pernah bermain proyek Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD). Karenanya jangan dikira dibalik ia mengkritisi sikap Dedi Ahdiat ini berharap diberi atau meminta paket pekerjaan yang ada di Dinas PUPR Karawang. Padahal jelas, hanya menyikapi sikap Kepala Dinas PUPR yang dikeluhkan wak media, yaitu susah dikonfirmasi soal kinerja Dinas PUPR. “Saya tidak pernah mengerjakan sesuatu hal diluar dari profesi yang Saya miliki berdasarkan disiplin ilmu yang Saya punya,” tegasnya.
Masih Askun menambahkan, soal kinerja terbukti jelas hingga saat ini ia belum membaca perihal Program Kerja Dinas PUPR Tahun Anggaran 2020. Bagaimana bisa menjalankan Undang-undang nomor 14/2008 tentang informasi keterbukaan publik, sedangkan rekan-rekan awak media saja kesulitan untuk mengkonfirmasi Dedi Ahdiat.
“Kalau mau Saya buka, dan pernah Saya ulas sedikit tentang track record-nya (Dedi Ahdiat) di Dinas-dinas yang pernah dia pimpin dalam statement Saya sebelumnya. Emang iya nyata kok banyak meninggalkan jejak tidak baik, sehingga sering membuat pusing pimpinannya. Salah satu contohnya pada saat dia duduk jadi Kepala Dinas Penanaman Modal dan Pelayanan Terpadu Satu Pintu (DPMPTSP) terkait pelanggaran terhadap tata ruang,” jelasnya.
Sambung masih Askun menambahkan, mungkin dipikirnya dengan selesai permasalahan di Polda Metro Jaya, yang merupakan delik aduan penipuan itu sudah dianggap selesai. Perlu diingat, bahwa itu bukan permasalahan pokoknya. Melainkan hanya terkait perkara penipuannya saja yang di laporkan oleh pihak investor, perihal penipuan perizinan. “Justru permasalahan pokoknya belum selesai, yakni terkait pelanggaran tata ruang yang menyabet puluhan hektar sawah teknis atau lahan produktif pertanian, atau juga yang lebih dikenal dengan zona hijau,” ungkapnya.
Lebih lanjut Askun membeberkan, bahkan di Kecamatan Jatisari terdapat puluhan hektar sawah produktif yang sudah diarug, oleh sebab pengusaha pabrik kaca telah tertipu dalam berinvestasi. Terlebih, pengusaha itu sendiri tidak tahu kalau lokasi tersebut merupakan zona hijau, tapi tiba-tiba keluar dokumen perizinan Asli Tapi Palsu (Aspal).
“Baca tuh Undang -undang Nomor 26/2007 tentang Penataan Ruang. Dimana Undang -undang tersebut merujuk pada Pasal 5 ayat (1), Pasal 20, Pasal 25A, dan Pasal 33 ayat (3) Undang -undang Dasar Negara Republik Indonesia (UUD) Tahun 1945. Pengenaan sanksi, yang merupakan salah satu upaya pengendalian pemanfaatan ruang, dimaksudkan sebagai perangkat tindakan penertiban atas pemanfaatan ruang yang tidak sesuai dengan rencana tata ruang dan peraturan zonasi,” paparnya.
Dalam Undang-undang ini pengenaan sanksi tidak hanya diberikan kepada pemanfaat ruang yang tidak sesuai dengan ketentuan perizinan pemanfaatan ruang, tetapi dikenakan pula kepada pejabat pemerintah yang berwenang yang menerbitkan izin pemanfaatan ruang yang tidak sesuai dengan rencana tata ruang. “Nah jelas dalam Undang-undang nomor 26/2007, sanksi tidak hanya dikenakan pada pemanfaat saja, tetapi juga kepada pemberi izin. Apa lagi terkait izinnya ini dipalsukan, dan itu sudah dibuktikan dengan adanya laporan pengusaha di Kepolisian,” imbuh Askun.
Disinggung Askun, pantas saja Menteri ATR/Kepala BPN periode 2014-2019, Sofyan Djalil pernah mengatakan, bahwa jumlah total lokasi terindikasi pelanggaran di Indonesia yaitu 6.621 lokasi. Sebaran paling banyak terdapat di wilayah Pulau Jawa sebanyak 5.286 lokasi. “Ya salah satu dari sekian ribu itu, salah satunya di Karawang. Jadi mau sampai kapan penegak hukum membiarkan masalah ini? Itu mantan Kadis PMPTSP-nya malah dikasih reward oleh Cellica dengan dipindah tugaskan sebagai Kadis PUPR. Sungguh hebat memang Bupati Karawang ini, orang yang banyak masalah dan memiliki masalah hukum yang menggantung, malah ditempatkan pada jabatan yang ploting anggarannya besar,” pungkasnya. (lil)