KARAWANG – Audensi LSM Gibas Jaya untuk mempertanyakan kinerja Bidang Potensi Pengembangan Bapenda Karawang direncanakan hari ini, Kamis (16/01/2020), diundur. Audensi didorong Gibas Jaya untuk mengkritisi kehilangan potensi pendapatan pajak PBB RPM Rp 1,6 miliar diduga akibat kelalaian kinerja kegiatan 2017 sebagaimana tertuang dalam temuan BPK tahun 2018.
Sekjen Gibas Jaya Lili Ghojali menyampaikan, mundurnya jadwal audensi disebabkan pihak Bapenda Karawang mengaku berhalangan akibat beberapa hal, antaralain kondisi sejumlah pegawai bapenda yang sedang tidak ada di tempat.
“Awalnya kepala bapenda siap ketemu kita untuk hari kamis ini, tapi kemarin (rabu,red) tiba tiba mengkonfirmasi berhalangan dan meminta waktu untuk diundur. Dan, selanjutnya kita dikonfirmasi kalau jadwal audensi baru akan dipastikan setelah kepulangan pegawai yang sedang umroh. Mungkin pekan depan,” katanya.
Lili menyebut, tadinya aksi audensi Gibas Jaya akan mengkonfrontir pernyataan Bidang Potensi dan Pengembangan Bapenda Karawang yang mengklarifikasi bahwa temuan BPK soal kurang bayar pada objek PBB RPM di Karawang Barat tidak ada masalah. Pasalnya dari kacamata Gibas Jaya atas persoalan ini, didapati celah unsur melawan hukum akibat kelalaian kinerja.
“Jadi kalau ada pejabat di bidang potensi pengembangan bapenda mengklarifikasi tidak ada masalah di PBB RPM, kita pun ingin meluruskan bahwa dari temuan BPK atas kehilangan potensi pendapatan Rp1,6 miliar ini sudah bisa diklasifikasikan pada dugaan perbuatan melawan hukum. Misalnya, merunut Pasal 39 ayat 1 Undang Undang Ketentuan Umum Perpajakan yang menyebutkan kekurangan pada pendapatan negara/daerah yang dapat mengakibatkan kerugian negara/daerah yang nyata dan pasti jumlahnya sebagai akibat perbuatan melawan hukum baik sengaja maupun lalai. Mengapa demikian? karena Pasal 11 ayat 3 UU Keuangan Negara menyebutkan bahwa pendapatan negara terdiri atas penerimaan pajak, penerimaan bukan pajak, dan hibah. Artinya pajak merupakan bagian dari pendapatan negara,” beber Lili.
Lanjut dia, bahkan dalam LHP BPK, berkaitan dengan batasan dan ukuran terkait pemenuhan unsur kekurangan nilai atau jumlah sebagai pembuktian unsur, dilakukan perhitungan pajak sebagaimana diatur dalam peraturan perundang-undangan di bidang pajak, sudah dilakukan oleh BPK terhadap pihak RPM dan tertuang dalam hasil pemeriksaan. Artinya, penekanan atas kelalaian bidang potensi pengembangan bapenda jelas-jelas dibeberkan sehingga memunculkan kehilangan potensi pendapatan yang dilanjutkan dengan memerintahkan bupati Karawang agar melaksanakan pemeriksaan atas wajib pajak dan objek PBB RPM.
“Maka atas dasar itu juga kami berencana mendesak dan melaporan ke pihak kejaksaan agar segera mengusut kasus ini. Sebab, harusnya dalam waktu dua tahun ini bupati sudah bisa menekan soal kurang bayar ini kepada bawahannya, tapi ini seolah ada keistimewaan dan ada sesuatu,” tandas Lili, sambil menyampaikan klarifikasi dari bidang potensi pengembangan bapenda yang belum bisa menetapkan pajak beserta bangunannya per Januari 2017 karena bangunan gedung belum seratus persen selesai sangat tidak mengacu pada ketentuan umum perpajakan UU nomor 6 Tahun 1983 sebagaimana telah diubah dalam UU Nomor 16 Tahun 2009 selain ketentuan umum perpajakan.
“Jadi, kalau mengacu pada ketentuan umum perpajakan adalah, seharusnya bidang potensi dan pengembangan bapenda dalam hal ini kabid bangpot, sudah menghitung berapa luas dan nilai bangunan RPM terhitung mulai tanggal 31 Desember 2016, sehingga saat penerbitan SPPT 2017, PBB RPM terdiri dari objek tanah dan bangunan yang terbangun saat itu, sudah masuk dalam potensi pendapatan,” ungkap Lili.
Kepala Bapenda Karawang Hadis Herdiana ketika dikonfirmasi mengiyakan soal diundurnya jadwal audensi bersama Gibas Jaya terkait PBB RPM. “Biar tidak melangkahi, karena pada saat itu saya belum menjabat di bapenda, rencananya audensi bisa dilakukan nanti setelah kepulangan umroh pegawai ,” katanya. (red/lil)