FAKTAJABAR.CO.ID – Mengapa kentut menjadikan wudhu batal ? Kentut merupakan salah satu nikmat yang Allah berikan kepada hamba-Nya. Orang tidak bisa kentut akan mengalami penyakit dispepsia. Tentu akan butuh biaya banyak ke dokter untuk menyembuhkan penyakit susah kentut. Namun demikian, walaupun kentut merupakan nikmat Allah, seorang muslim sebaiknya tidak kentut di sembarang tempat. Hal ini dilakukan untuk menjaga etika dan tatakrama pada orang lain. Dalam hadis riwayat Aisyah, Nabi bersabda:
إِذَا أَحْدَثَ أَحَدُكُمْ فِي صَلَاتِهِ فَلْيَأْخُذْ بِأَنْفِهِ ثُمَّ لِيَنْصَرِفْ – رواه أبو داود
Ketika kalian kentut saat shalat, maka tutuplah hidung kalian, dan kemudian beranjak keluar (dari jamaah shalat).
Menurut Imam al-Khattabi, perintah menutup hidung itu termasuk bagian dari etika di hadapan banyak orang. Hal ini supaya orang lain menganggap bahwa menutup hidung itu merupakan ekspresi orang yang sedang mimisan, karena keluar darah dari hidungnya. Dalam salah satu keterangan dalam kitab Tafsir Ibnu Katsir, Tafsir al-Thabari, dan Tafsir al-Qurthubi disebutkan bahwa salah satu tradisi buruk umat Nabi Luth itu membiasakan kentut sembarangan di muka umum.
Dalam fikih Syafi’i, kentut (flatus) merupakan salah satu penyebab yang membatalkan wudhu seseorang. Karena itu, jika seseorang ingin shalat atau memegang Alquran maka diwajibkan wudhu kembali. Mungkin ada yang bertanya, mengapa diwajibkan wudhu, tidak cukup cebok saja? Keluar kentut itu kan dari dubur atau anus, mengapa yang dibasuh bukan anusnya melainkan anggota wudhu, seperti wajah, tangan, dan seterusnya? Pertama, dalil kentut membatalkan wudhu itu sudah jelas dalam Hadis Nabi.
عن عباد بن تميم عن عمه : أنه شكا إلى رسول الله صلى الله عليه وسلم الرجل الذي يخيَّل إليه أنه يجد الشيء في الصلاة ، فقال : لا ينفتل – أو: لا ينصرف – حتى يسمع صوتاً أو يجد ريحا “
Diriwayatkan dari paman Abbad bin Tamim yang mengadu kepada Rasulullah Saw. mengenai lelaki yang bingung sepertinya dia kentut saat shalat. Lalu Nabi bilang, “Jangan batalkan shalat kalau dia tidak benar-benar mendengar suara (kentut) atau mencium bau (kentut).”
Menurut Imam an-Nawawi, kentut itu membatalkan wudhu bila seseorang yakin memang dia benar-benar kentut. Karena itu, orang ragu kentut atau tidak, maka wudhunya tidak batal.
Kedua, kentut (flatus) itu pasti melewati saluran anus, tempat buang feses, alias tinja. Kita bisa bayangkan, seorang lelaki yang ingin bertemu pujaan hatinya pasti mempersiapkan diri dengan begitu rapih dan wangi, masa mau bertemu Tuhan, habis kentut langsung shalat? Mengapa kentut membatalkan wudhu? Ini karena keluarnya kentut itu menyerempet tempat anus. Hal ini dibuktikan antara lain jika seorang sudah tak tertahan (sudah enggak kebelet) ingin buang hajat besar, tentu kentutnya pun akan bau, karena kentutnya itu sedikit menyerempet feses. Hal ini berbeda dengan seseorang yang tidak ingin buang hajat, biasanya kentutnya tidak bau. Keluar kentut itu ibarat keluar feses dari anus. Keluar feses itu membatalkan wudhu, tentu kentut pun demikian.
Malah, dalam sebagian riwayat cebok setelah kentut itu sampai tidak diaku sebagai umat Nabi.
من استنجى من ريح فليس منا رواه ابن عدي
Orang yang habis kentut terus cebok itu bukan termasuk umat Nabi (HR Ibn Adi)
Dalil di atas dianggap dhaif. Pasalnya, dalam hadis tersebut terdapat nama Syarqi bin Qathami yang dianggap rawi pendusta oleh Ibnu Nadim. Karena itu, sebagian ulama Syafiiyyah hanya memakruhkan cebok setelah kentut. Awalnya, Syekh Ibnu Hajar al-Haitami dalam Fathul Jawwad berpendapat bahwa cebok setelah kentut bila anus basah itu hukumnya sunah. Namun demikian, Syekh Ibnu Hajar al-Haitami dalam Tuhfatul Muhtaj mentarjih bahwa cebok setelah kentut itu hukumnya mubah saja sekalipun anus selepas kentut itu basah. (*)
Sumber: Bincangsyariah.com