FAKTAJABAR.CO.ID – Biasa sampah plastik, berakhir jadi masalah, mengotori lingkungan darat maupun laut. Berbeda di beberapa kepulauan di Madura ini, seperti di Kangayan dan Sapeken. Sampah-sampah yang terkumpul diangkut untuk mereka kelola jadi solar untuk keperluan bahan bakar perahu nelayan.
Imam Al-Faqih, adalah pemuda yang merakit mesin pengolah sampah plastik jadi bahan bakar. Pria akrab disapa Dondon ini, mengatakan, dari hasil pengolahan sampah plastik itu bisa jadi bensin, minyak tanah, dan solar.
Dia melihat kebutuhan masyarakat setempat mayoritas nelayan yang menggunakan solar sebagai bahan bakar mesin perahu. Dondon pun lebih fokus sampah plastik jadi solar.
Pengolahan sampah plastik jadi bahan bakar minyak ini disebut sistem firoris. Bahan dasar plastik, katanya, minyak bumi, hingga jadikan minyak kembali menggunakan sistem firoris itu.
Dondon bilang, sistem firoris, tabung reaktor dipanaskan, ketika sampah pada suhu 100 derajat celcius, material dalam tabung mulai menggelembung, berubah jadi gas. Kemudian tersalurkan dari tabung reaktor ke pipa, dalam pipa gas bertemu dengan pendingin, hingga dalam titik tertentu berubah jadi minyak.
Minyak atau bahan bakar dari hasil sistem pengolahan ini, kata Dondon, ada unsur air 6%, namun semua unsur didominasi solar.
Untuk menghasilkan tiga bahan bakar sekaligus, yakni, minyak tanah, solar, dan bensin, dari tabung reaktor dia pasang kondensasi bertingkat, hingga bisa keluar tiga macam bahan bakar.
Satu kilogram sampah plastik kering, katanya, bisa menghasilkan satu liter solar.
Dia bilang, black carbon dari limbah pengolahan plastik itu ditimbun dalam tanah. Sisa pembakaran ini, bisa terurai dalam waktu satu sampai dua bulan.
Dia belajar merakit mesin itu secara otodidak, baik dengan diskusi bersama teman-teman maupun lewat literatur.
“Saya belajar, belajar di jalan aja ilmunya, dengan kawan-kawan yang ada di Jawa, ngobrol, oh ayo kita buat riset dan semacamnya. Terus tukar pengalaman,” kata warga Desa Sapeken, Kecamatan Sapeken, Sumenep, Sabtu (21/9/19).
Untuk membeli material besar perakitan mesin itu, Dondon menghabiskan uang Rp25 juta. Dia tak mengkomersialkan mesin itu.
“Kami tidak mau jualan, mau berkontribusi kepada bangsa dan negara saja.” Dondon, bersama rekannya, Doddy.
Bersih-bersih sampah
Pagi itu, Sabtu, 21 September, ribuan orang berkerumun di samping Kantor Polisi Sektor (Polsek) Ambunten, Madura. Kebanyakan dari mereka mengenakan baju atau kaos lengan panjang dan celana panjang. Mereka ini para relawan yang hendak kerja bakti memungut sampah serentak di sekitar sungai dan bibir pantai di Kecamatan Ambunten.
Sejatinya, di Sumenep, terdapat tiga lokasi yang aksi serentak memungut sampah, yaitu Kecamatan Ambunten, Kecamatan Arjasa di Pulau Kangayan, dan Pulau Sapeken.
“(Relawan) kalau berdasarkan data yang mendaftar (di Ambunten) 2. 050 orang, cuma yang datang tidak sampai 2.00, tetapi saebu langkong,” kata Doddy Yanuar Aryanto, koordinator aksi bersih-bersih.
Relawan di dua titik lain, Sapeken 450 orang dan 500 relawan di Kangayan. Para relawan terdiri dari berbagai lapisan, komunitas, lembaga pendidikan, unit kegiatan mahasiswa, organisasi kepemudaan, bahkan pegiat seni.
Bersih-bersih ini merupakan aksi serentak di 158 negara yang dimotori World Cleanup Day. Pada tingkat regional Sumenep dikoordinatori Organisasi Laskar Hijau.
Meskipun hanya memungut sampai di tiga lokasi, sampah yang dikumpulkan cukup fantasis. Di Ambunten, terkumpul 11 meter kubik atau 600 karung, di Sapeken enam meter kubik, dan Kangayan lima meter kubik.
Menurut Doddy, pemilihan tiga lokasi ini berdasarkan daerah pesisir yang padat penduduk, hingga kemungkinan banyak memproduksi sampah.
Relawan saling bahu membahu mengumpulkan sampah plastik yang berserakan di pinggir sungai dan pantai.
Choirur Rahman, pengurus Pimpinan Anak Cabang Ikatan Pelajar Nahdlatul Ulama (PAC IPNU) Bluto, yang ikut serta mengatakan, aksi bersih-bersih ini menarik. “Jarang ada kegiatan mungut sampah bareng dengan teman-teman pecinta alam lain, terutama di Sumenep,” katanya kepada Mongabay.
Sedikit berbeda dengan Choirur, Junaidi, relawan lain mengatakan, motivasi mengikuti aksi ini atas dasar keprihatinan terhadap lingkungan. “Saya prihatin terhadap lingkungan yang makin lama makin rusak akibat kesadaran manusia minim,” kata pemuda kelahiran Desa Ging-Ging, Bluto.
Saat ini, katanya, masih banyak orang kurang peduli lingkungan, salah satu terlihat dari membuang sampah sembarangan.
Sampah yang berhasil dikumpulkan, khusus di Ambunten, mereka angkut menggunakan truk Dinas Lingkungan Hidup Sumenep ke tempat pembuatan akhir (TPA) di Desa Torbang, Kecamatan Batuan, Sumenep. Sampah di Pulau Kangayan dan Sapeken, mereka olah jadi bahan bakar solar.(*)