KARAWANG – Dampak semburan minyak Pertamina di YYA-1 Blok ONWJ di sepanjang pantai utara Jawa Barat sampai hari ini belum ada kejelasan proses penyelesaiannya. Namun, dapat yang paling memprihatinkan adalah telah terjadinya degradasi lingkungan. Upaya pemulihan lingkungan yang telah terkikis wajib dilakukan oleh Pertamina, dan usaha ini harus bersifat jangka panjang dan komprehensif. Jika, upaya panjang pemulihan lingkungan tidak dilakukan, warga akan siap melakukan gugatan atau class action.
Ada beberapa perspektif lingkungan yang harus diperhatikan oleh pihak Pertamina dan Pemkab Karawang dalam menyikapi persoalan akibat pencemaran kebocoran sumur minyak Pertamina.
“Persoalan-persoalan ini harus juga dilihat dalam perspektif ekologi. Jadi, tujuannya supaya Pertamina tidak hanya menangani kompensasi masyarakat. Tapi harus menyeluruh dan holistis, serta harus tuntas supaya tidak ada bekas-bekas persoalan,” kata Dona Romdona aktivis Karawang.
Kata dia, pihak Pertamina harus menangani pemulihan lingkungan pantai yang terkena dampak pencemaran. Bayangkan saja, berapa kilometer bibir pantai yang terkena dampak. Setelah menghitung panjang bibir pantai yang terkena dampak, kita hitung juga berapa kedalaman minyak yang beracun ini terserap ke bawah pasir pantai.
“Karena tinjauan lapangan ternyata pihak Pertamina hanya mengambil minyak Pertamina yang hanya ada di permukaan pasir pantai saja, sementara minyak yang terserap ke dalam pasir pantai – sampai kedalaman satu meter di dalam tanah pantai, sama sekali tidak diambil,” katanya.
Dikatakan, bibir pantai terutama yang di tempat wisata tempat bermain para pengunjung pantai. Ada anak, orang dewasa dan pihak lainnya sering bermain di lokasi tersebut. Bagaimana jika sampai mereka terkena dampak keracunan. Ini yang harus diperhatikan oleh pihak Pertamina dan Pemkab Karawang, agar penanganan ini diselesaikan secara tuntas. Bukan meninggalkan sisa-sisa persoalan yang akhirnya jadi bom waktu.
“Hal-hal yang menyangkut persoalan kerusakan terumbu karang. Pertamina dan Pemkab Karawang harus segera menghitung berapa hektar terumbu karang yang rusak akibat pencemaran kebocoran sumur minyak. Ini penting untuk di hitung karena menyangkut ekosistem bawah laut. Jika ini diabaikan maka bisa jadi Pertamina akan mengalami apa yang disebut sebagai kejahatan lingkungan, ini dugaan yang suatu saat bisa jadi dikatakan benar,” tambahnya.
Yang menyangkut pemulihan Mangrove. Data lapangan yang baru terhitung ada sekitar 240.000 pohon mangrove yang terkikis habis. Tentunya bukan hanya mangrove saja yang mengalami degradasi, ekosistem air dan ikan yang ada di sekitar mongrove juga harus diperhatikan. Pemkab Karawang harus segera menuntut Pertamina supaya menyelesaikan pemulihan ekosistem mangrove secara tuntas.
Pemkab Karawang dan Pertamina harus mengukur pencemaran minyak yang masuk ke muara sungai. Dari muara sungai kemudian minyak mengalir ke setiap irigasi primer, sekunder dan tersier. Sampai akhirnya racun minyak mengalir ke sawah-sawah warga.
“Bisa bayangkan berapa kilometer sungai yang sudah tercemar dan berapa hektar sawah yang terdampak pula. Ini luput perhatian dari pihak Pertamina dan Pemkab Karawang, seolah cara pandang mereka hanya kompensasi warga sementara perspektif lingkungan hidup sama sekali luput perhatian,” ungkapnya.
Sumur-sumur warga juga sudah mulai harus di inventarisir, karena tinjauan lapangan ada beberapa sumur warga yang tercemar minyak Pertamina ini. Minyak yang mengalir dari aliran sungai dan sampai kemudian meresap ke beberapa sumur warga ini dikhawatirkan air sumurnya dikonsumsi warga, yang akhirnya warga-warga juga yang menjadi korban yang paling dirugikan.
“Kita ketahui sekarang sudah mulai 5000 warga lebih yang mengalami keracunan, akankah menunggu korban lebih banyak lagi jika hal-hal ini luput perhatian dari pihak Pertamina dan Pemerintah Kabupaten,” pungkasnya.(cim)