FAKTAJABAR.CO.ID – Polres Karawang memeriksa Ketua Umum Partai Emak-emak Pendukung Prabowo-Sandi (Pepes) Sri Wulandari (Wulan) dan mentor Pepes Korwil Karawang, Bekasi, dan Subang, Lisa Lutrisa sebagai saksi kasus video “Jika Jokowi terpilih, tidak lagi ada azan”, Rabu (27/3/2019). Keduanya diperiksa sebagai saksi.
“Benar (ketua umum Pepes dan mentor Korwil Karawang, Bekasi, dan Subang) diperiksa, dimintai keterangan sebagai saksi,” ujar Kasat Reskrim Polres Karawang, AKP Bimantoro Kurniawan kepada media di Mapolres Karawang.
Hanya saja, Bimantoro enggan membeberkan apa saja pertanyaan yang diberikan kepada keduanya. Wulan dan Lisa juga enggan diwawancara wartawan.
Pengacara Badan Pemenangan Nasional (BPN) Prabowo-Sandi untuk Pepes, Djamalludin Koedoeboen mengungkapkan, Wulan dan Lisa dimintai keterangan sebagai saksi mulai pukul 12.00 WIB hingga pukul 17.00 WIB.
Lisa diberi 19 pertanyaan oleh penyidik, sementara Wulan 24 pertanyaan. Keduanya dicecar pertanyaan seputar keberadaan Pepes dan siapa yang membiayai Pepes.
“Semua pertanyaan sama, berkisar siapa mereka, dan kenapa masih harus ada Pepes, kemudian Pepes ini siapa yang membiayai, dan sebagainya,” ujar Djamaluddin usai mendampingi Wulan dan Lisa memenuhi panggilan polisi.
Keduanya, kata dia, juga dicecar mengenai hubungan dengan ketiga kersangka, Citra Wida (CW), Engkay Sugiyanti (ES), dan Ika Peranika (IP). Termasuk apakah ada instruksi dari pengurus pusat soal untuk melakukan tindakan seperti pada video yang beredar.
Namun, menurutnya, apa yang dilakukan tiga wanita asal Karawang itu merupakan inisiatif sendiri, tidak ada instruksi.
“Tidak ada instruksi, mungkin mereka terlalu semangat. Atau mereka itu ya merasakan sesuatu yang memang harus diubah dari bangsa, sehingga mungkin muncullah itu,” katanya.
Kepada penyidik, kata Djamaluddin, keduanya menjelaskan bahwa Pepes lahir dari inisiatif para emak-emak yang merasakan penderitaan dalam manajemen keuangan keluarganya.
Mereka, Pepes, juga militan mendukung Prabowo-Sandi, melakukan sosialisasi secara rutin, baik melalui pengajian maupun keliling kampung.
Selain sosialisasi, Pepes juga memberikan edukasi kepada masyarakat, khususnya kaum ibu untuk menjaga ketahanan keluarga dan menjalin hubungan dengan keluarga. Salah satunya melalui pembinan usaha mikro kecil untuk menopang keluarga. Menurutnya, ini sesuai dengan visi misi Pepes.
“Pepes tidak dibiayai siapa pun, kecuali dari mereka (emak-emak yang bergabung dalam Pepes),” katanya.
Djamaluddin menyebut, Wulan sebagai ketua umum Pepes menyesal dengan adanya ujaran kebencian seperti dalam video yang beredar. Terlebih, kata dia, tidak ada instruksi dari pengurus pusat kepada tiga relawan Pepes yang kini ditahan itu.
“Beliau (Wulan) memang menyesal dan sangat kaget, kenapa ini bisa terjadi. Karena apa pun beliau (Wulan) tidak pernah menginstruksikan itu,” katanya.
Apalagi, kata dia, mereka tak selalu bisa bertatap muka. Komunikasi dengan relawan kerap dilakukan melalui media sosial, seperti Twitter, Facebook, maupun WhatsApp. Sehingga tak semuanya saling kenal, kecuali bagi mereka yang kerap bersentuhan secara langsung.
Meski demikian, para relawan kerap saling mengingatkan menyampaikan kepada masyarakat sesuai visi-misi.
“Yang punya tanggung jawab itu memang korwil, dan dia bersentuhan langsung dengan anggota anggotanya dari sini,” katanya.
Djamaluddim menyebut, BPN akan berupaya memberikan bantian hukum kepada para tersangka. Hanya saja, hingga saat ini pihaknya belum bertemu langsung dengan ketiga tersangka. Sebab kebetulan saat selesai Wulan dan Lisa dimintai keterangan sebagai saksi, waktu jenguk sudah habis.
Terlebih berdasarkan keterangan dari penyidik, ketiga tersangka sudah didampingi pengacara yang ditunjuk polisi.
“Rencana secepatnya. Namun karena saat ini kita belum dapat akses (bertemu ketiga tersangka), nantilah kita lihat perkembangan,” pungkasnya.
Sumber: Kompas.com