FAKTAJABAR.CO.ID – Sebanyak 22 aplikasi tuyul terjaring “razia” Google. Disebut tuyul, karena ke-22 aplikasi tersebut menyedot baterai dan kuota internet ponsel penggunanya sehingga langsung dihapus.
Mengapa aplikasi ini bisa masuk ke toko aplikasi Google? Padahal, seperti diketahui, Google akan menyeleksi terlebih dahulu aplikasi yang akan masuk di layanannya.
“Jadi, aplikasi tuyul ini pintarnya saat ada di Play Store tidak mengandung malware. Update yang dikirimkan, baru mengandung malware,” kata pengamat gadget Lucky Sebastian, Kamis (13/12/2018).
Jika mau dibandingkan dengan Apple App Store, toko aplikasi untuk iOS, kemunculan aplikasi semacam ini jarang terjadi bahkan bisa dicegah dejak awal. Diakui Lucky, ini karena Apple menerapkan kebijakan yang lebih ketat untuk menyeleksi aplikasi yang masuk.
“Kedua perusahaan itu (Apple dan Google) beda policy. Karena sumber penghasilan bisnisnya berbeda. Google mengandalkan iklan, Apple tidak. Jadi ada bagian yang pasti berbeda dalam aturan dan ketatnya sortir,” terang Lucky.
Dijelaskannya, ada banyak pertimbangan dalam penerapan kebijakan menyortir aplikasi yang dilakukan Google dan Apple, baik dari segi bisnis maupun pengembangan.
“Google juga ingin developer Android berkembang. Mungkin saja ada policy yang lebih luas. Apple mungkin lebih mature, lebih ketat dalam kualitas,” simpulnya.
Untuk diketahui, 22 aplikasi yang dihapus Google terbilang populer karena jumlah unduhannya masing-masing sudah lebih dari 2 juta kali.
Menurut perusahaan keamanan Sophos, aplikasi ini menggunakan backdoor yang membuat pembuatnya bisa mengunduh file di background tanpa diketahui pengguna ponsel. Backdoor atau malware tersebut tak langsung ada di aplikasi ketika diunduh dari Play Store, melainkan baru muncul dalam proses updat setelah aplikasi tersebut terinstal di ponsel.
Hal ini jelas berbahaya karena taktik ini ternyata bisa mengelabui sistem anti malware yang diterapkan oleh Play Store.
Cara kerja backdoor ini adalah dengan mensimulasikan klik iklan pada aplikasi. Hal ini selain membuat para developer nakal menghasilkan tambahan uang dari perusahaan iklan, juga membuat konsumsi daya baterai ponsel meningkat, termasuk menambah jumlah penggunaan kuota internet.
Sumber: Detik.com