KARAWANG – Jelang memasuki semester genap tahun ajaran 2018-2019 kembali diminta kejelasan dan ketegasan terkait keberadaan Lembaran Kerja Siswa (LKS), apakah diperkenan kan atau dilarang.
Pemerhati pendidikan Suryana mengatakan jika dinilai keberadaannya laksana Narkoba, yang di jual oleh toko buku baik itu toko buku dadakan atau toko buku yang sudah kerja sama secara sembunyi sembunyi.
Bedanya kalau narkoba ditindak tegas oleh polisi, sedangkan LKS dilarang oleh disdikpora hanya tindakannya hanya omong kosong, tak satupun dari kepala sekolah yang menjusl lks yang ditindak, terkesan aturan memang untuk dilanggar, “Kini jelang memasuki tahun ajaran baru ini sekali lagi sangat dibutuhkan ketegasan dari Disdikpora sendiri, akan dibiarkan atau dilarang, dilapangan hampir diatas 50% sekolah mulai dari SD, SMP, ada yang jual langsung lewat guru, ada lewat toko buku dadakan yang hanya buka pada saat musim lks saja, ada juga yang lewat benar benar toko buku tapi sudah terkondisikan, hanya yang fantastis penjual atau pedagang LKS juga harus membayar fee atau peresentase dari hasil penjualan lks itu baik SD SMP dan SMA/SMK bisa mencapai belasan hingga puluhan juta rupiah,” ucapnya kepada Fakta Jabar.
Senada juga dikatakan Abidin tokoh masyarakat Cikampek, penyebab dari sering dilanggarnya aturan terkait larangan LKS yang dijual ke murid yang dtabrak oleh sejumlah sekolah itu diakibatkan oleh tidak tegasnya pihak Disdikpora kabupaten Karawang, belum ada satupun kepala sekolah yang ditindak atau diberi sanksi yang jelas, seharus nya ada tindakan biar ada efek jera, aturan bisa ditegakkan.
“Jangan sampai juga masyarakat bertanya tanya dan membuat kesan adanya pembiaran bahkan mungkin juga aturan dikesampingkan oleh kepala sekolah karena lebih melihat pada keuntungan yang menggiurkan, toh tidak akan ada saksi ini.” ucapnya.
Dikatakannya juga, “Jika memang mau dibiarkan ya biarkan aja, cabut semua aturan dan surat edaran larangan penjualan lks dengan semua embel embelnya, jangan buat aturan yang yang membingungkan masyarakat. Kadisdikpora H Dadan Sugardan dihimbau harus tegas, jangan dilihat ini masalah kecil ini masalah besar, perlu diingat dengan gembar gembornya bahwasannya di kabupaten Karawang sekolah gratis, dan perlu diingat tidak semua orang tua murid di Karawang ini mampu, bisa membeli buku ataupun lks dengan harga yang mencapai ratusan ribu rupiah, sekali kali kadisdik turun sidak ke sekolah dan cek tiap kelas, baru disitu terlihat apa ada lks atau tidak, tindak kalau memang iya, bila perlu umumkan di media, biar semua transfaran,” pungkasnya.
Salah seorang pedagang buku LKS yang meminta namanya dirahasiakan mengatakan, “Secara jujur adanya edaran bupati atau PU Kadisdikpora yang melarang pihak sekolah untuk menjual lks ke murid jelas itu merugikan usaha kami, hanya aturan tersebut bisa disiasati oleh kita bersama pihak sekolah seperti kita buat kesan Bazaar atau lks tersebut disimpan di rumah salah seorang guru atau juga kita mengontrak sebuah kios yang tidak jauh dari sekolah dan itu semua siasat supaya tidak tercium oleh pihak disdik dan para sosial control”.
Masih dikatakan pedagang LKS, “Pihak sekolah biasanya selalu meminta sejumlah dana dengan dalih buat guru guru untuk rekreasi ke tempat wisata, ada juga minta disediakan sejumlah unit bus pariwisata, kami sebagai pedagang siap saja tapi kan tidak cuma cuma begitu saja, kita sodorkan perjanjian semacam kpntrak untuk bisa menjual lks selama 2 semester. Dan setiap terjadi penjualan LKS kepada murid kami sudah sepakat untuk memberikan Fee sesuai dengan kesepakatan nilainya sih variatip kalau jumlah murid nya banyak otomatis myrid yang membelinya pun pasti lebih banyak, itu bisa mencapai belasan hingga puluhan juta rupiah,” ucapnya yang juga mewanti-wanti untuk merahasiakan dirinya.(her)